Sabtu, 20 April 2024

Dewan nilai ketahanan pangan Riau rentan akibat maraknya alih fungsi lahan

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan sawit marah di Riau, yang membuat ketahanan pangan daerah tersebut menjadi rentan.

Pekanbaru (Riaunews.com) – Wakil Ketua DPRD Riau Hardianto menyoroti maraknya alih fungsi lahan di Provinsi Riau, yang mengakibatkan ketahanan daerah tersebut menjadi rentan.

Menurutnya, upaya mewujudkan swasembada pangan yang sering digembar-gemborkan sangat bergantung kepada keseriusan Pemprov Riau menghentikan alih fungsi lahan.

“Kita berbicara swasembada pangan itu, kita bicara lahan, kita berbicara pertanian. Hari ini kondisi lahan di Riau banyak alih fungsi lahan, baik lahan pertanian yang dijadikan perkebunan terutama Sawit, lahan pertanian dijadikan lahan pemukiman. Ini kalau dibiarkan terus akan riskan,” katanya, Jum’at (21/2/2020).

Dijelaskan politisi asal Partai Gerindra ini, sawit masih menjadi primadona di sektor pertanian Provinsi Riau. Merujuk Data Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau, luasan panen Kelapa Sawit sudah mencapai 2.496.576 hektare pada 2018.

Sementara untuk makanan pokok, seperti padi hanya seluas 91 ribu hektare, jagung 15 ribu hektare, kedelai 5,4 ribu hektare dan sagu 73 ribu hektare.

Untuk lahan yang ditanami sayuran jauh lebih kecil, diantaranya cabe seluas 3,1 ribu hektare dan bawang merah hanya 20 hektare.

Dampak ketimpangan tersebut membuat sebagian besar pasar tradisional dan modern di Riau dipenuhi oleh barang-barang pangan dari luar daerah. Beras misalnya, makanan pokok ini umumnya berasal dari Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumaetra Selatan, hingga dari Jawa.

Menurutnya Riau sendiri setiap tahunnya membutuhkan pasokan beras lebih kurang 600 ribu ton per tahun. Namun defisit beras mencapai lebih kurang 400 ribu ton per tahun.

Hardianto menyebut, ketergantungan Riau terhadap suplai pangan dari luar tak terelakkan, dengan sendirinya membuat provinsi ini berada dalam kondisi rentan setiap tahunnya, terlebih jika terjadi bencana alam di daerah sentra produksi.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *