Jakarta (Riaunews.com) – Pakar hukum tata negara Refly Harun menanggapi anggapan yang menilai orang mendapat gaji dari APBN tak berhak mengkritisi pemerintah.
“Menurut saya itu perspektif yang keliru,” kata Refly dalam channel Youtube miliknya, Selasa (28/4/2020) dengan judul “Badan Usaha Milik Negara Bukan Badan Usaha Milik Neneklu!”.
Refly mengatakan, jika dengan anggapan yang demikian, maka para dosen-dosen dari perguruan tinggi negeri dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bergaji dari APBN dilarang atau tak berhak mengkritik pemerintah.
“Faktanya peneliti-peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) terkenal sangat kritis,” ujar Refly.
Jika anggapan itu dibenarkan, maka seharusnya seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun juga tak berhak mengkritisi pemerintah, namun faktanya justru berbeda.
“Ya karena APBN itu anggaran pendapatan dan belanja negara, bukan anggaran dan pendapatan belanja pemerintah,” sindir Refly.
Lebih lanjut, Refly menyebut sikapnya yang tetap kritis saat menjabat di BUMN bukanlah sesuatu yang keliru. Melalui channel akun Youtubenya, Refly Harun menjelaskan alasanya tetap kritis meski menjabat sebagai Komisaris Utama (Komut) salah satu perusahaan di BUMN.
“Saya jelaskan BUMN itu adalah badan usaha milik negara bukan badan usaha milik pemerintah,” kata Refly.
Sehingga menurut Refly, secara umum ada perbedaan antara negara dengan pemerintah dan pemerintahan. Ia mengaku sikap kritisnya terhadap pemerintah merupakan bagian dari profesinya sebagai pakar tata negara.
Refly menegaskan bahwa BUMN itu milik negara, bukan milik pemerintah. Karena itu, BUMN harus profesional dan dijauhkan dari politik.
“Saya miris masih banyak Komisaris, di Pilpres kemarin banyak yang dukung incumbent,” pungkas Refly.***