
Jakarta (Riaunews.com) – DPR RI pada Selasa (12/5/2020) telah mengesahkan Perppu No 1/2020 alias Perppu Covid-19 yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo menjadi Undang-undang, melalui Rapat Paripurna.
Namun, menurut politikus Partai Gerindra Fadli Zon, Perppu Covid-19 tersebut mengandung cacat bawaan. Bahkan menurutnya cacat itu berpotensi memunculkan krisis hukum dan kenegaraan.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR itu menilai ada penyalahgunaan kekuasaan di perppu yang baru saja disetujui DPR itu. Hal itu diungkapkannya Fadli ini melalui cuitannya di akun twitternya @fadlizon, Selasa (12/5/2020) siang.
Mantan Wakil Ketua DPR ini memberikan 5 catatan untuk Perppu tersebut. Perppu yang dikritik Fadli Zon itu mengatur Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tersebut.
Hari ini, Selasa (12/5/2020), DPR menggelar Rapat Paripurna yang salah satu agendanya terkait pengambilan keputusan. Apakah Perppu Covid-19 tersebut bisa disahkan menjadi undang-undang atau sebaliknya akan ditolak.
“Mulanya sy telah menyusun Minderheit Nota, namun sy melihat mayoritas Fraksi telah bersepakat meloloskan Perppu No.1. Tak ada lagi yg dpt menghentikan langkah politik di DPR terkait Perppu kecuali judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) bs mengoreksi atau membatalkan,” demikian tulis Fadli di akun Twitternya.
Secara politis, kata Fadli Zon, Perppu Corona tersebut telah meletakkan DPR hanya sekadar jadi embel-embel eksekutif. Secara praksis, sambung dia, regulasi itu rentan ditunggangi oleh kepentingan tertentu dengan dalih krisis.
“Itu sebabnya, sy mengajak anggota parlemen yang lain untuk meninjau kembali secara kritis dan hati-hati Perppu ini,” tulis Fadli.
Oleh karena itu, Fadli menegaskan 5 keberatan substantif terkait Perppu tersebut. Pertama, jelas dia, regulasi itu telah melabrak fungsi dan kewenangan kostitusional DPR.
Menurut Fadli Zon, ada tiga fungsi DPR yang telah dilabrak Perppu Covid-19 itu yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Kedua, Fadli menilai ada potensi abuse of power dalam Perppu tersebut. Dalam Pasal 27, Perppu itu menyatakan para pejabat yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan penanganan krisis tak bisa digugat, baik secara perdata, secara pidana, maupun melalui peradilan tata usaha negara.
“Pasal tsb telah memberi hak imunitas kepada aparat pemerintah untuk tdk bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga pengadilan manapun. Padahal, Indonesia adlh negara hukum, di mana penyelenggaraan pemerintahan mestinya bisa dikontrol oleh hukum,” tegas Fadli.
Keberatan substantif ketiga Fadli Zon adalah terkait kondisi keuangan negara yang tidak normal atau darurat dalam Perppu Covid-19. Situasi tersebut, jelas dia, sebenarnya sudah diantisipasi dan diatur dalam Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Pasal 27, UU Keuangan Negara, menyebutkan bahwa dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
Keempat, sambung Fadli Zon, Pasal 2 Perppu Corona menyatakan bahwa defisit anggaran akan diperlonggar. Pelonggaran itu sangat besar hingga lebih dari 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan Covid-19.
“Dalam situasi krisis sekalipun, sy berpendapat semestinya batas defisit APBN thdp PDB tetap diperlukan agar berbagai risiko yg bs mengancam perekonomian nasinasional dapat tetap terukur dan terkendali,” tegas Fadli.
Keberatan terakhir yang diajukan Fadli Zon adalah Perppu Corona tidak sesuai dengan saran pimpinan Badan Anggaran DPR yang disampaikan pada Maret 2020 lalu. Untuk mengatasi krisis, jelas dia, pemerintah sebenarnya bisa menerbitkan 3 Perppu untuk mengatasi dampak krisis.***
Sy menyayangkan frksi gerindra kenapa g menolak perppu covid-19..? Buat apa Bung Fadli kritik setelah disahkan dewan..? DPR yg sdh tuli dan tdk mau mendengar keluhan dan pendapat rakyat. Bubarkan DPR jika hanya mnjadi stempel kekuasaan.