Senin, 25 November 2024

Ide Nadiem menggandeng Netflix dikecam KPI, dihadang Kominfo dan Menkeu

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
(Ki-Ka) Sheila Timothy (Produser Film dan APROFI), Timo Tjahjanto (Sutradara Film), Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI), Kuek Yu-Chuang (Managing Director of Netflix Asia Pacific), Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI) saat press conference kemitraan Mendikbud dengan Netflix. (Foto: Tirto.id)

Jakarta (Riaunews.com) – Perusahaan telekomunikasi pelat merah, Telkom Group, segera memblokir Netflix tak lama setelah resmi beroperasi di Indonesia pada Januari 2016. Hasilnya seluruh pengguna jaringan telekomunikasi produk Telkom seperti Indihome hingga Simpati tak bisa menikmati layanan media streaming digital ini.

Pemblokiran mendapat dukungan dari Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika saat itu. Rudiantara beralasan Netflix merupakan entitas bisnis asing yang belum memenuhi kewajiban sebagaimana yang diatur dalam hukum Indonesia.

Baca: KPI kritik Nadiem pilih Netflix daripada kreator dalam negeri

Rudiantara lengser. Kini kursi Menkominfo diisi oleh Jhonny G Plate dalam kabinet Presiden Joko Widodo periode kedua. Posisi Plate dalam kasus Netflix serupa Rudiantara. Ia menegaskan pemblokiran ini masih berlaku. Ini merupakan masalah bisnis dan oleh karenanya harus diselesaikan pula secara bisnis. Ia juga meminta Netflix menyediakan film-film lokal.

Saat negosiasi belum rampung, muncul kabar yang cukup mengejutkan: Netflix menjalin kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pada 9 Januari lalu, Netflix menggelontorkan 1 juta dolar AS kepada Kemendikbud untuk mendidik kreator lokal belajar mengenai perfilman di luar negeri. Alumni dapat membuat film yang bisa tayang di jaringan Netflix di Indonesia. Belum ada kabar lanjutan dari program ini karena dunia sibuk mengurusi pandemi Corona.

Tapi ternyata kerja sama masih berjalan dalam bentuk lain.

Melansir Tirto, baru-baru ini diketahui keduanya sepakat menayangkan ulang film dokumenter yang sudah tayang di Netflix di stasiun televisi milik negara, TVRI. Film ini ditayangkan mulai Sabtu 20 Juni besok pukul 21.30 WIB. Tayangan ulangnya dapat disaksikan Ahad dan Rabu pukul 09.00 WIB.

Di antara film dokumenter Netflix yang akan tayang di TVRI adalah Our Planet, Street Food: Asia, Tidying Up with Marie Kondo, Spelling the Dream, Chasing Coral, dan Night on Earth. Film-film ini akan mengisi program Belajar Dari Rumah (BDR) yang sudah berjalan di TVRI sejak 12 April 2020.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan kerja sama ini adalah strategi pemerataan informasi kepada masyarakat. Ia menegaskan tak semua orang memiliki jaringan internet mumpuni untuk menonton Netflix langsung. Dalam hal ini TVRI lebih unggul karena mereka menjangkau hingga pelosok negeri.

Ketua Komisi X Bidang Pendidikan DPR RI, Syaiful Huda mengkritik kerja sama. “Kami menilai usaha menghadirkan hiburan berkualitas bagi siswa selama belajar di rumah merupakan terobosan yang baik. Tapi apa harus menggandeng layanan video streaming yang masih belum jelas kontribusi bagi pendapatan negara?” ujarnya.

Baca: Nadiem Makarim pilih konten Netflix untuk ditayangkan di TVRI

Lagipula, katanya, Netflix mengancam eksistensi rumah produksi lokal. Toh film dokumenter produksi Pusat Film Nasional dapat melakukannya.

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hardly Stefano melayangkan kekhawatiran serupa. “Saya menyayangkan kebijakan Menteri Pendidikan yang lebih memilih berkolaborasi dengan Netflix, yang merupakan provider konten video streaming luar negeri,” kata Hardly.

Seperti Syaiful, ia berharap agar Kemendikbud lebih memilih kreator dan lembaga penyiaran dalam negeri untuk mengisi program BDR.

Perlu diketahui, KPI punya kewenangan mengawasi konten penyiaran dalam negeri. Namun, keterbatasan regulasi membuat mereka tak berkutik di hadapan konten Netflix.

Kementerian Keuangan juga menyoroti Netflix karena selama ini, tanpa punya kantor fisik di Indonesia, ia lolos dari kewajiban pajak, padahal di satu sisi untuk dapat menikmati layanannya setiap penonton wajib membayar mulai dari Rp49.000 per bulan.

Keinginan ini makin kuat karena di saat ekonomi dunia loyo akibat Corona, sejak Januari-Maret 2020, Netflix justru mencatat kenaikan penonton secara global 15,8 juta menjadi total 182,9 juta hingga Maret. Mengenai data penonton Netflix di Indonesia belum diketahui.

Baca: Kebiasaan buruk Nadiem Makarim Berbahasa Indonesia

Kemenkeu telah ancang-ancang memajaki Netflix lewat beleid RUU Omnibus Law bidang pajak. Di dalamnya termuat aturan mengenai pajak atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Selain itu, ada perubahan definisi Badan Usaha Tetap (BUT) dari keberadaan bangunan fisik menjadi signifikansi ekonomi. Artinya, meski Netflix tidak berkantor di Indonesia, tetapi karena ia mengeruk uang dari warga, maka akan dapat kena pajak pertambahan nilai (PPn).

Di dalam rancangan aturan baru itu juga termuat sanksi mulai bersifat administratif hingga pemblokiran layanan bila abai membayar pajak.

Atas semua isu ini, konflik antara Netflix dengan sejumlah institusi tampaknya belum akan mereda dalam waktu dekat.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *