Pekanbaru (Riaunews.com) – Sejumlah bakal calon kepala daerah petahana di Provinsi Riau semakin percaya diri menghadapi pilkada 2020. Hal itu menyusul bertambahnya dukungan suara dari partai politik.
Seperti yang dilansir Gatra, Rabu (1/7/2020), Bupati Kabupaten Rokan Hulu Sukiman dan Bupati Kabupaten Siak Alfedri, telah memperoleh dukungan tambahan dari sejumlah partai politik.
Adapun Sukiman selain berhasil mengamankan dukungan 8 kursi dari Partai Gerindra. Bupati petahana itu juga telah mendapatkan rekomendasi dari Partai Demokrat, yang memiliki 4 kursi di parlemen Rokan Hulu.
Baca: PAN dukung Hafizt Syukri-Erizal di Pilkada Rohul, Zulkifli Hasan: Turun maksimal dan harus menang
Jumlah kursi kedua partai tersebut melebihi batas minimal pengajuan pasangan calon kepala daerah Kabupaten Rokan Hulu, yakni 9 kursi. Sukiman sendiri bakal berpasangan dengan Indra Gunawan selaku calon wakil bupati.
Sementara itu Bupati Kabupaten Siak Alfedri (kader PAN), telah menambah dukungan sebanyak 2 kursi dari Nasdem. Sebelumnya, Alfedri yang berpasangan dengan Husni Merza telah memperoleh dukungan 5 kursi dari PAN dan 3 kursi dari PKB.
Pasangan ini kini memiliki dukungan 10 kursi parlemen Siak, sedangkan syarat minimal dukungan sebanyak 7 kursi.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Muhammadiyah Riau, Aidil Haris, menilai tambahan dukungan partai politik kepada petahana, merupakan gambaran besarnya peluang menang petahana pada pilkada 2020.
“Parpol itu kan aktor rasional, munculnya dukungan itu tak lepas dari penilaian besarnya peluang menang petahana pada pilkada Desember mendatang. Dan memang peluang menang petahana pada pilkada 2020 sangat besar, lantaran mereka diuntungkan oleh kondisi,” katanya.
Baca: Pilkada Bengkalis, PKB serahkan SK dukungan kepada pasangan Kasmarni-Bagus Santoso
Hanya saja lanjut Aidil, keuntungan yang sifatnya kondisional tersebut, justru bisa menjadi titik lemah para petahana. Terlebih, jika pilkada Desember 2020 mengalami penundaan hingga 2021.
“Bila pilkadanya tahun ini, penantang kan tidak begitu leluasa melakukan komunikasi politik untuk merangkul pemilih, lantaran protokol kesehatan COVID-19 membatasi kerumunan. Tapi kan ada opsi pemilu ditunda jika pandemi tak kunjung reda, kalau ini terjadi variabel bisa berubah,” ujarnya.***