Selasa, 26 November 2024

Jaksa: Irjen Napoleon Minta Rp7 M Buat ‘Petinggi’

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). (Foto: ANTARA)

Jakarta (Riaunews.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte sempat menyinggung ‘petinggi’ dalam pengurusan penghapusan daftar buronan atas nama Djoko Tjandra.

Hal ini terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (2/11/2020). Hanya saja, ‘petinggi’ yang dimaksud itu tak dijelaskan secara gamblang.

Baca: Irjen Napoleon Ancam Bongkar Semua Penerima Uang Suap Djoko Tjandra

Dalam perkara rasuah ini, Napoleon didakwa menerima suap sebesar SGD200 ribu atau sekitar Rp2.145.743.167 dan US$270 ribu atau sekitar Rp3.961.424.528 dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

Melansir CNN Indoneisa, semua berawal ketika Djoko Tjandra mengutus seseorang bernama Tommy Suhardi untuk mengurus penghapusan red notice agar dirinya bisa ke Indonesia secara sah dan mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan kurungan.

Napoleon menyatakan bersedia membantu Djoko untuk mengupayakan agar nama yang bersangkutan dihapus dari daftar buronan di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

“Dalam pertemuan tersebut, Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte menyampaikan bahwa ‘Red Notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka, karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya’,” ujar Jaksa membacakan surat dakwaan.

Tommy, yang diutus Djoko untuk bertemu dengan Napoleon, lantas bertanya berapa nominal uang yang bisa diberikan. Napoleon pun menjawab Rp3 miliar.

“Setelah itu H. Tommy Sumardi meninggalkan ruangan Kadivhubinter,” kata Jaksa.

Usai pertemuan tersebut, Tommy pun menghubungi Djoko Tjandra yang saat itu berada di Kuala Lumpur, Malaysia. Djoko lantas mengirimkan uang US$100 ribu ke Tommy melalui sekretarisnya bernama Nurmawan Francisca.

Baca: Jadi tersangka Irjen Napoleon tak ditahan, ini alasan Polri

Ketika penyerahan uang ke Napoleon, Tommy ditemani oleh mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo. Prasetijo, ungkap Jaksa, menginginkan agar uang US$100 ribu dibagi dua dengan dirinya.

“‘Banyak banget ini ji buat beliau? Buat gw mana? Ini buat gw, nah ini buat beliau’ sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2 (dua),” ucap jaksa menirukan pernyataan Prasetijo.

Berikutnya, Prasetijo dan Tommy mengantarkan uang US$50 ribu ke Napoleon. Namun, Napoleon tidak mau menerima dan justru meminta lebih yaitu uang Rp7 miliar.

“Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte dengan mengatakan ‘Ini apaan nih segini, nggak mau saya. Naik ji jadi 7 (tujuh) ji soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau, dan berkata ‘petinggi kita ini’,” tutur Jaksa.

Jaksa menuturkan uang yang diterima Napoleon diberikan secara bertahap. Total ia menerima SGD200 ribu dan US$270 ribu atau sekitar Rp6 miliar.

Baca: Dua petinggi Polri ini mengaku terima suap dari Djoko Tjandra

Selain itu, Prasetijo juga diduga menerima US$150 ribu. Kedua jenderal polisi itu dituntut dalam berkas perkara terpisah.

Keduanya didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *