Selasa, 19 Maret 2024

Memetakan Informasi

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 

Oleh Helfizon Assyafei

Informasi diproduksi. Baik kita menginginkannya ataupun tidak. Informasi sudah jadi industri. Seperti halnya makanan. Bahkan tanpa tabung kaca (tv) pun kini informasi yang seperti air bah itu bisa kita dapatkan dari mana-mana. Melalui potongan-potongan gambar, video, live streming di youtube misalnya. Dan kadang informasi itu tidak lagi berfungsi sebagai informasi. Tetapi menjadi alat untuk mengaburkan yang sebenarnya atau menjelaskan yang tidak sebenarnya. Itulah yang disebut framing.

Dan disitulah peran buzzer dimainkan. Dibayar. Diarahkan. Memproduksi persepsi yang sesuai dengan keinginan sipembuat berita. Terlepas dari berita itu benar atau tidak. Hoax (kebohongan) bertebaran. Sebab tidak ada lagi teladan. Bahkan dari orang yang dihormati undang-undang seperti posisi menteri. Bicara seperti malaikat tapi perbuatan seperti syetan. Duit bansos pun diembat.

Ketika ketakutan diproduksi, maka berita-beritapun jadi ikut takut. Tak lagi berani jadi kontrol sosial sebagaimana satu di antara fungsi pers. Untunglah masih ada yang bernyali. Seperti majalah dan koran Tempo misalnya. Menurunkan laporan jurnalistik investigasi yang berkualitas dengan risiko tinggi. Yang membuat kita tersentak; begitu parahnya ‘borok’ mental korup oknum-oknum itu.

Sebagai pembaca berita saya kadang menjaga jarak dari informasi yang seperti air bah menerjang memasuki ruang baca kita. Terlalu banyak informasi membuat kita kehilangan prioritas apa pentingnya kita membaca sebuah berita. Berita kasus Gisel misalnya. Tidak penting tapi menyita ruang publik dengan terus diulang-ulang. Sebab sensasi bisa naikkan rating. Persetan bermutu atau tidak. Mendidik atau tidak. Memuakkan atau tidak. Yang penting rating. Yang penting pitmas. Piti masuak.

Misalnya ada jenis berita yang bisa memunculkan yang dalam teori psikologi disebut Fenomena Baader-Meinhof. Sederhananya teori ini begini; bila kita fokus pada satu hal, maka itu terus yang kita lihat muncul dimana-mana. Keadaan ini disebut juga ilusi frekuensi. Misalnya kalau kita kepikiran pada mobil jenis A misalnya maka tiba-tiba di jalan-jalan kita melihatnya kok yang ramai mobil jenis A melulu.

Sama seperti berita ini; ketika Mensos yang baru sibuk soal gelandangan di Jakarta yang bak jatuh dari planet luar bumi itu, maka dijalan-jalan tiba-tiba kita merasa melihat banyak gelandangan. Kita makin benci dengan berita setingan itu dan juga gelandangan dadakan itu. Begitu juga berita soal sampah di Pekanbaru yang diulang-ulang membuat kita melihat sampah dimana-mana. Bahkan juga di sosial media. Sampah ikut bertebaran!

Harusnya berita sampahnya cukup sekali tapi yang diulang-ulang itu apa sih tindakan yang harus dilakukan wali kota misalnya. Kalau tidak ada tindakan, beritakan terus sampai ada action mengatasinya. Intinya fokus pada solusi, bukan pada masalah. Begitu juga dalam hidup. Masalah akan terus ada. Yang belum tentu ada terus itu uang. Jadi fokus saja pada solusi mencari uang daripada mencari masalah. Jadi boi, istirahatkanlah diri dari masalah. Masalah membuat kita sulit tidur. Kalau tidur aja sulit apalagi bahagia. Ya kan?

7 Januari 2021

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *