Oleh Helfizon Assyafei
Usai memberi kuliah subuh, saya bertanya pada tuan guru muda itu. Bagaimana teknis memperbaiki niat yang salah? O ya tema kuliah subuhnya kemarin itu bab pertama dari buku Riyadus Shalihin (taman orang sholeh) karya Iman Nawawi, tentang niat. Amal (perbuatan) tergantung niat. Jadi meski sebuah perbuatan kelihatannya seperti ibadah bila niatnya ada yang lain selain Allah pekerjaan itu tidak dihitung sebagai ibadah. Niat itu pekerjaan hati.
Jadi dalam ibadah tidak berlaku pepatah ‘sambil menyelam minum air’. Menyelam ya menyelam saja jangan minum air nanti tenggelam. Menyelam sambil minum air itu maksudnya manfaat ganda. Misalnya terbersit di hati dengan rajin ke masjid untuk sholat orang melihat kita orang baik yang taat. Cocok untuk calon menantu misalnya. Atau dengan rajin memberi nasehat orang mengira kita orang hebat, alim, guru, ustad dan sejenisnya. Bahasa now-nya pencitraan.
“Kita tidak disuruh beribadah kecuali dengan ikhlas,” tutur tuan guru mengutip Alquran dan hadis. Ikhlas artinya memurnikan ketaatan hanya pada Nya. Tidak mencari pandangan selain-Nya. Mengerjakan kebaikan apa saja misalnya mengajak orang umroh, berpolitik, bersosial hingga berumahtangga motivasinya cuma satu; karena DIA. Terserah orang mau puji atau cela. Itu bukan urusan kita.
Kata tuan guru banyak rumah tangga bermasalah karena awalnya salah niat saat membangunnya. Mungkin membangun awalnya karena cantiknya, kayanya, keturunannya saja yang jadi fokus lupa pada agama (ketaqwaan) nya. Cantik/tampan, kaya sama sifatnya dengan duniawi berubah-ubah. Kini cantik, besok tidak. Sekarang jaya besok merana. Salah niat maka salah di ujungnya. Tak cantik lagi, tak kaya lagi, tak hebat lagi, tak berkuasa lagi, lalu ribut.
Tuan guru menyebutkan hidup manusia itu seperti bulan purnama. Hanya purna (sempurna) sebentar pada hari kelima belas. Lalu setelah itu kembali berkurang-berkurang dan akhirnya hilang. Jadi jangan terpesona betul dengan segala yang sebentar. Nanti menyesal. Terpesonalah pada DIA yang kekal selamanya. Kekal indahnya, kekal kuasanya, kekal hebatnya, kekal sempurnanya.
Kembali ke pertanyaan tadi, tuan guru menjawab sederhana; awali dengan istighfar. Mohon ampun jika dulu niat kita salah. Karena sebagai manusia kita memang tempatnya salah. Ya sering salah niat, salah perbuatan dan salah-salah lainnya. Setelah itu luruskan kembali segala niat yang salah itu. Katakan dalam hati; apapun yang kulakukan karena Mu ya Allah. Saya juga belajar agar bisa jadi orang baik. Saya hanya meneruskan apa yan disampaikan tuan guru pagi Ahad kemarin. Semoga manfaat.**
Pekanbaru, 18 Januari 2021