Jumat, 29 Maret 2024

Bayi di Medan Divonis Reaktif Covid-19 dan Ditelantarkan RS hingga Tewas, Ternyata Sakit Pencernaan

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
(ilustrasi)

Medan (Riaunews.com) – Bayi bernama Khaira Hanifa Almaghfira tidak berumur panjang. Ia hanya sempat merasakan hidup di dunia selama 22 hari.

Setelah sempat dibawa ke RSIA Stella Maris Medan dan RSUD dr Pirngadi Medan pada Selasa (8/6/2021), bayi Khaira menghembuskan napas terakhir di rumahnya pada Rabu (9/6/2021).

Bayi Khaira mengalami masalah pencernaan. Ia tidak bisa buang air besar selama beberapa hari terakhir sebelum meninggal. Karena tak buang air besar, perutnya membesar. Hal itu pun membuat orang itu cemas sehingga membawanya ke rumah sakit.

Berharap anaknya bisa disembuhkan, orang tua bayi Khaira justru mendapat kekecewaan.

Di RS Stella Maris, dokter tak mau melayani lantaran mereka hanya mampu membayar dengan BPJS. Bayi Khaira hanya sempat dites swab antigen, dan hasilnya negatif.

Mereka lantas ke RSUD Pirngadi Medan. Namun di sana, mereka juga mendapat pelayanan yang buruk sejak ketibaan mereka di rumah sakit pelat merah tersebut.

Awalnya, bayi Khaira dites antibodi dan dinyatakan reaktif COVID-19. Kemudian pada malam harinya, saat hendak dilakukan operasi, bayi Khaira kembali dites dengan metode swab antigen, dan hasilnya negatif seperti saat di RS Stella Maris.

“Tadi hasil rapidnya, gak tahu kapan ditesnya, gak tahu kapan diantibodi, dibilangnya hasilnya reaktif. Ternyata, direktur ditelepon sama bapak wakil DPR (DPRD Kota Medan) bapak Rajudin tadi, barulah anak ini di-swab antigen, dan hasilnya negatif. Sama seperti diswab di (RS) Stella Marris. Nah, mereka berarti berbohong,” ujar ibu si bayi, dalam videonya yang viral.

Setelah divonis reaktif COVID, bayi tersebut malah tidak jadi dioperasi. Para petugas medis di RSUD Pirngadi sempat memberikan jawaban berkelit-kelit sebelum akhirnya mengakui bahwa batalnya operasi dilakukan karena dokter bedah tidak datang.

Oknum dokter bedah tersebut diketahui sama dengan dokter bedah yang menolak mereka di RS Stella Maris.

Wakil Ketua DPRD Medan, Rajudin Sagala membenarkan bahwa dirinya mendapat pengaduan dan dimintai bantuan oleh orang tua si bayi.

Rajudin bilang, bayi tersebut diduga ditelantarkan hingga akhirnya meninggal dunia, setelah sebelumnya sempat di-COVID-kan oleh oknum perawat di rumah sakit itu.

“Ibunya ada ngintip dari jendela, kebetulan pintunya agak renggang. Dia dengar perawat itu bilang, ‘Bagaimana kalau kita covidkan?’. Ini keterlaluan,” ujar Rajudin.

Mendapat aduan itu, Rajudin pun sempat menjenguk bayi tersebut pada Selasa (8/6/2021). Saat itu, ia melihat si bayi masih menangis dan bergerak.

Menurut Rajudin, dokter bedah yang harusnya menangani bayi tersebut sangat keterlaluan.

Dari keterangan orang tua si bayi, dokter bedah tersebut kebetulan sama dengan dokter yang menerima bayi tersebut di RS Stella Maris.

“Di Stella Maris dokternya bilang ‘Ibu ngapain ke sini kalau gak punya biaya? Di Pirngadi pun nanti mana bisa pakai BPJS. Ibu pun nanti ketemu lagi sama saya’. Begitu ibunya bilang,” kata Rajudin, menirukan ucapan dokter yang diduga bernama Iqbal tersebut.

Rajudin sendiri merasa prihatin atas apa yang dialami oleh bayi tersebut. Apalagi, keluarga bayi tersebut juga bukan orang mampu, yang mana sang ayah hanya bekerja sebagai driver ojek online.

“Dokter seperti ini tidak boleh dipertahankan. Dia sudah melanggar sumpah kedokteran, sumpah profesinya, jika memang benar dia menelantarkan bayi itu,” ucap Rajudin menambahkan.

Bantahan RSUD Pirngadi

Sementara itu, pihak RSUD Pirngadi membantah bahwa bayi tersebut di-COVID-kan.

“Jadi begini, bayi itu dua kali dites. Pertama siang jam 14.30, dites antibodi, hasil reaktif. Kedua, malamnya pas mau dioperasi, dites antigen, hasilnya negatif. Jadi bahasanya reaktif, bukan positif COVID. Itu beda,” ujar Humas Pirngadi Medan, Edison Perangin-angin, saat dihubungi Indozone melalui ponsel.

Terkait operasi yang batal dilakukan, Edison bilang, keluarga bayi tersebut terlanjut emosi sehingga proses administrasi tak selesai dilakukan.

Ia membantah bahwa gagalnya operasi tersebut dikarenakan dokter bedah yang menangani tidak datang.

“Ada SOP-nya. Dokter baru akan datang kalau semuanya (urusan administrasi BPJS) beres,” katanya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *