Jakarta (Riaunews.com) – Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke Badan Reserse Kriminal Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi terkait penggunaan helikopter untuk kunjungan pribadi.
Peneliti ICW Wana Alamsyah menemukan ada perbedaan harga sewa helikopter antara apa yang dilaporkan Filri kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK dengan yang sebenarnya.
Kepada Dewas KPK, Firli, kata Wana, harga sewa helikopter adalah sekitar Rp 7 juta per-jam belum termasuk pajak.
“Tapi kami mendapat informasi lain bahwa harga sewa per-jam sekitar US$ 2.750 atau setara Rp 39 juta. Jika ditotal Rp 172 juta yang harus dibayar. Ketika kami selisihkan harga, ada Rp 141 juta yang diduga merupakan penerimaan gratifikasi atau diskon,” ucap dia di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Kamis (3/6/2021).
Lebih lanjut, Wana menyebut, perusahaan penyedia sewa helikopter adalah PT Air Pasific Utama, di mana salah satu komisarisnya pernah menjadi saksi di kasus dugaan suap pengurusan izin proyek Meikarta.
Menurut Wana, apa yang telah dilakukan Firli memenuhi unsur Pasal 12 huruf B Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.
“Apalagi kami tidak mendapati informasi jika Filri melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut,” kata Wana.
Perkara dugaan pelanggaran kode etik oleh Firli ini dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pada 24 Juni 2020. Firli dinilai melanggar kode etik karena menunjukkan kemewahan saat melakukan kunjungan pribadi dengan menggunakan helikopter. Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja pada 20 Juni 2020 untuk berziarah ke makam orang tuanya.
Oleh Dewas KPK, Firli Bahuri dinyatakan bersalah dan melanggar kode etik.***
Sumber: Tempo
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.