Jakarta (Riaunews.com) – Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana tiba-tiba menjelaskan maksud pertanyaan Pancasila atau Al Quran pada tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK.
Penjelasan BKN mengejutkan karena sempat mengklaim tak berwenang menjelaskan materi TWK ke publik.
Awalnya, Bima menyebut adanya pertanyaan itu lantaran hasil indeks moderasi bernegara (IMB-68) dan profiling jeblok.
“Ini sebetulnya pertanyaan berat. Kalau ada seseorang yang ditanya asesor pilih Al Quran atau Pancasila maka dia termasuk kategori berat,” kata dia di Jakarta, Sabtu seperti dilansir Antara, Ahad (20/6/2021).
Bima menyebut pertanyaan itu digunakan asesor karena pertanyaan itu paling sering digunakan oleh teroris untuk merekrut calon-calon teroris.
Oleh sebab itu, para asesor akan melihat respons dari peserta tes wawasan kebangsaan (TWK) yang ditanyakan perihal memilih Pancasila atau Al Quran.
Bima mengatakan bahwa jika seseorang memiliki pemahaman agama atau Pancasila yang terbatas maka dengan cepat akan menjawab agama. Namun, jika peserta tersebut memiliki pemahaman agama yang lebih baik, ia akan bingung lantaran dalam agama ada unsur Pancasila dan Pancasila juga tidak bertentangan dengan agama.
“Jadi kebingungan inilah yang ditangkap oleh asesor sehingga mengetahui seseorang berada di level mana,” ujar Bima.
Bima menegaskan makna dari pertanyaan memilih Pancasila atau Al Quran dalam TWK sejatinya bukan perkara Pancasila atau agama. Pertanyaan itu, kata Bima, melainkan lebih kepada melihat respons dari peserta.
“Perlu diketahui sebenarnya yang ingin dilihat asesor adalah respons dari pertanyaan, bukan jawabannya,” kata dia.
BKN Tak Berwenang
Sebelumnya, Bima sempat mengklaim pihaknya tidak mempunyai kewenangan mendiskusikan materi TWK secara terbuka karena dinilai bisa melanggar kode etik asesor.
“Saya tidak berwenang mendiskusikan materi TWK secara terbuka karena menyangkut kode etik asesor dan materinya merupakan yg dikecualikan oleh UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik). Silakan saja media mempersepsikan seperti itu,” ujar Bima kepada detikcom, Selasa (1/6/2021).
Bima mengatakan pihaknya mempunyai dokumen lengkap dalam TWK para pegawai. Dokumen itu di antaranya tes tertulis, profiling, dan rekaman video atau audio saat wawancara pegawai KPK.
“Kami memiliki dokumen lengkap tes tertulis, profiling, dan rekaman video atau audio wawancara setiap pegawai KPK yang ikut tes,” ungkap Bima.
Lantas mengapa BKN akhirnya menjelaskan maksud pertanyaan tersebut? Klik halaman selanjutnya.
Bima mengklaim tidak sedang membedah pertanyaan tersebut, tetapi hanya menjelaskannya.
“Itu tidak dibedah. Pertanyaan susulannya masih banyak sekali. Hanya menjelaskan maksud pertanyaan yang sudah jadi viral di publik supaya menjadi jelas bahwa yang dinilai adalah respons dan keyakinannya terhadap pertanyaan tersebut,” tutur Bima saat dihubungi, Minggu (20/6).
Novel Baswedan dkk Buka Suara
Novel Baswedan dkk buka suara soal penjelasan BKN ini. Novel mengatakan pemberantas korupsi pasti memiliki nasionalisme yang tinggi.
“Seperti yang sering saya katakan bahwa orang yang berjuang untuk negara memberantas korupsi dengan segala resiko/serangan baliknya itu pasti punya nasionalisme yang tinggi bahkan berjiwa patriotik,” kata Novel kepada wartawan, Ahad (20/6/2021).
Novel menyebutkan, bila ada yang beranggapan bahwa bersungguh-sungguh membela negara untuk memberantas korupsi adalah radikal dan dikaitkan dengan terorisme, ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, yakni orang tersebut pola pikirannya bermasalah.
“Dua, orang tersebut sedang bersekongkol dengan pihak tertentu untuk menyingkirkan orang-orang yang mau berjuang untuk kepentingan negara,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo meminta BKN membuka seluruh hasil dari TWK agar bisa lebih jelas menilai dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan gagal TWK. Mulai dari metode, asesor, hingga proses penilaian wawancara.
“Bayangkan kami yang sudah belasan tahun membuktikan cinta tanah air dengan memberantas korupsi dan menyelamatkan uang rakyat tiba-tiba dikatakan tidak memenuhi syarat tanpa ada transparansi dan akuntabilitas kepada kami mengenai bagaimana hasilnya yang dampaknya adalah pemberhentian setidaknya 51 orang,” katanya.
“Padahal revisi Undang-Undang KPK bahwa ini alih status, putusan MK bahwa alih status tidak boleh merugikan pegawai KPK yang telah berjasa memberantas korupsi selama ini, dan juga ada arahan Presiden Joko Widodo bahwa 75 pegawai KPK tidak boleh diberhentikan karena TWK,” tambahnya.
Yudi menyebut sebagian dari pegawai KPK yang tak lolos TWK juga telah meminta PPID KPK untuk mengungkap ke publik terkait kertas kerja penilaian lengkap dari BKN atas hasil asesmen. Dalam kertas kerja penilaian hasil asesmen TWK itu sekurang-kurangnya memuat metodologi penilaian, kriteria penilaian, rekaman/hasil wawancara, analisis asesor hingga berita acara penentuan lulus atau tak lulus oleh pewawancara.***
Sumber: Detik