Jumat, 19 April 2024

Banyak Mural Kritis Dihapus, Kini Muncul ‘Urus Saja Moralmu, Jangan Muralku’

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Mural ‘Urus Saja Moralmu, Jangan Muralku’

Jakarta (Riaunews.com) – Viral penampakan mural berisi sindiran terhadap aparat yang belakangan kerap menghapus mural-mural kritis terhadap pemerintah.

Potret mural sindiran itu diunggah oleh salah satu akun Twitter hingga viral di media sosial.

“Urus saja moralmu, jangan urus muralku!” demikian bunyi mural tersebut seperti dikutip Suara.com, Senin (23/8/2021).

Sang pembuat mural juga menambahkan cheat atau kode yang biasa digunakan untuk permainan GTA agar terbebas dari kejaran polisi.

Belum diketahui secara pasti dimana lokasi mural tersebut dibuat. Meski demikian, banyak warganet menyoroti mural tersebut.

Banyak warganet bertanya-tanya nasib akhir mural tersebut apakah akan berujung sama dihapus oleh petugas atau tidak.

Salah satu contoh mural kritis yang dihapus yakni mural bertuliskan ‘Wabah sebenarnya adalah kelaparan’.

Tak lama berselang, mural tersebut dihapus oleh aparat. Kemudian dicat ulang dengan cat berwarna hijau.

“Apakah akan ada afternya?” kata seorang warganet.

“Sebentar lagi ada UU Permuralan,” balas warganet lain.

“Kalau kritik di medsos takutnya digerebek tukang bakso berwalkie talkie,” timpal warganet.

Pemerintah Lebai

Pakar Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati menyebut bahwa pemerintah sendiri harus konsisten terkait penanganan hal tersebut. Sehingga mural yang dihapus tidak hanya yang berkonten kritikan saja tetapi juga pujian.

“Kalau memang itu aturannya ada di Perda atau bahkan mungkin Undang-Undang, saya kira perlu konsisten. Kalau mau dibersihkan ya harusnya dibersihkan semuanya. Tidak hanya mural dengan isi atau konten tertentu saja yang mungkin dianggap kritis terhadap pemerintah dan seterusnya,” kata Mada saat dihubungi awak media, Senin (23/8/2021).

Mada menilai pemerintah tidak konsisten terkait persoalan mural ini. Sehingga menyebabkan masyarakat merasa penghapusan mural-mural itu hanya tebang pilih saja terkhusus bagi mural yang bernada kritis.

“Iya saya kira dikritik itu memang tidak enak, tidak nyaman, tapi ngga boleh apalagi sebagai penguasa atau pemerintah yang itu adalah hasil pilihan rakyat, jadi ngga boleh anti kritik gitu,” ujarnya.

Justru, kata Mada, sikap anti kritik dari pemerintah itu yang malah berpotensi melanggar Undang-Undang. Dalam artian melanggar sistem politik demokratis yang dijalankan oleh Indonesia.

“Sehingga kritik itu adalah keniscayaan sistem politik yang demokratis dan penyikapannya juga harus biasa saja tidak perlu terlalu lebay atau berlebihan sampai diberangus dan sebagainya,” tuturnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *