
Pekanbaru(Riaunews.com)-Ketua komisi I DPRD Riau menyayangkan tindakan wali santri yang mengamuk dan memarahi salah seorang ustad di Pondok Pesantren Al Mujtahadah di Jalan Handayani, Gang Ros, Kelurahan Perhentian Marpoyan, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, karena tidak terima anaknya dikeluarkan dari Pontren tersebut.
Kejadian tersebut sempat viral videonya di media sosial.
Menanggapi hal ini ketua komisi I DPRD Riau Ade Agus Hartanto Ssos, menyatakan tindakan wali santri tersebut tidak bisa ditolerir.
“Kita tidak bisa mentoleransi seluruh tindakan kekerasan,” kata Ade, Kamis (5/3/2020).
Mestinya kata Ade, para orang tua memahami dan mengikuti aturan yang ditetapkan oleh pesantren selama aturan tersebut tidak bertentangan dengan hukum serta peraturan yang ada didunia pendidikan.
“Bisa diselesaikan dengan menempuh jalur kekeluargaan itu lebih elok. Apalagi ini di Pondok Pesantren yang notabenenya seorang wali santri menitipkan anaknya itu ya semata-mata bagaimana meluruskan akhlaknya,” Kata Ade.
Apa yang terjadi beberapa waktu lalu tentu membuat miris melihat sikap seorang orang tua wali santri yang yang apa namanya lebih mengedepankan emosional otot dan sebagainya.
“Jika santri diberhentikan mestinya orang tua santri tersebut mesti merujuk saja dengan kesepakatan awalnya seperti apa. Di setiap lembaga-lembaga pendidikan punya aturan main masing-masing yang sepanjang aturan main itu tidak bertentangan dengan undang-undang pendidikan kita dibenarkan ya sah-sah saja aturan tersebut dibuat dan diberlakukan,” ujarnya.
Lebih-lebih lanjut politisi PKB ini informasi yang didapat apa yang dilakukan oleh anak-anak pelanggaran-pelanggaran yang cukup berat seperti merokok misalnya, lompat pagar, lari dari pondok lalu main di Warnet,
“Itu memang pelanggaran- pelanggaran berat yang dilakukan sehingga. Meskipun kita belum melihat detail rincian kasusnya seperti apa, tapi apa yang dipaparkan, lalu kita lihat bersama-sama, kita tidak berpihak ke mana-mana namun tetap menjunjung tinggi namanya etika dalam dalam hal apapun apalagi yang menggunakan kekerasan fisik maupun kekerasan verbal, itu kansama aja parahnya,” kata Ade.
Terkait didalam vidio tersebut terlihat mobil dinas plat merah di pondok pesantren tersebut, Ade mengatakan belum tentu mobil tersebut milik wali santri bisa saja milik orang lain.
Pemilik Yayasan Pondok Pesantren juga pejabat, ya bisa jadi mobil itu mobilnya beliau jadi gak baik kalau kita berkesimpulan itu adalah mobil wali santri.bKita tidak usah bicara dugaan-dugaan, pastikan dulu,” imbuhnya.
Dalam video berdurasi 6 menit 3 detik, tampak seorang pria wali santri mengamuk dan memarahi seorang guru pesantren.
Namun, guru tersebut hanya diam dan tertunduk. Kemudian, wali santri sambil marah-marah lalu berdiri dan menghadang guru pesantren lainnya.
Situasi pun tampak memanas.
Sejumlah guru pesantren mencoba menenangkan wali santri tersebut. Kejadian tersebut dibenarkan Ustadz Riko Riusdi, selaku pembina santri Pondok Pesantren Al Mujtahadah Pekanbaru.
“Benar. Itu kejadiannya pada tanggal 27 Februari 2020 lalu hari Kamis sekitar pukul 16.00 WIB,” ujar Riko.
Dia mengatakan, ketika itu sejumlah wali santri datang dengan membawa pengacara dan juga media.
Wali santri tersebut datang karena tidak terima anaknya dikeluarkan dari pesantren.
Salah satu santri yang dikeluarkan berinisial BR kelas 12 Madrasah Aliyah (MA). Menurut Riko, santri itu sudah sering melanggar aturan dan sulit untuk dibina sehingga, pihak pesantren mengambil keputusan untuk mengeluarkan BR.
“Sudah sering melanggar aturan. Aturan yang dilanggar, merokok, kabur lompat pagar lalu main warnet,” sebut Riko.
Selain BR, sambung dia, juga ada lima santri lainnya yang dikeluarkan karena tidak bisa dibina.
Namun, orang tua BR membawa wali santri lainnya datang ke pesantren untuk protes mereka meminta agar anaknya tetap bisa ujian.
“Jadi saat itulah mereka datang marah-marah dan mengamuk hingga pukul saya. Tapi saya tidak melawan,” sebut Riko.***
Pewarta: Edi Gustien