Sejarah julukan Luhut “The Real President”

Luhut Binsar Panjaitan dan Joko Widodo.

Pekanbaru (Riaunews.com) – Beberapa hari belakangan dunia pemberitaan media online dan media sosial dihebohkan dengan celetukan Fadli Zon yang mengatakan Luhut Binsar Panjaitan sebagai “The Real President”.

Anggota DPR RI ini pada 30 Maret 2020 lalu melalui akun Twitternya mengomentari sebuah berita media online tentang rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang akan menstop bus-bus AKAP dari dan ke Jakarta guna mengurangi penyebaran wabah virus corona (Covid-19).

Namun rencana itu kemudian ditolak pemerintah pusat melalui Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan yang untuk sementara juga menjalankan tugas Menteri Perhubungan karena Budi Karya Sumadi saat ini tengah dirawat karena positif terinveksi corona.

Ternyata Fadli Zon bukanlah yang pertama menjuluki Luhut sebagai The Real President.

Dari penelusuran Riaunews.com, jauh sebelumnya, yakni ketika Joko Widodo baru saja menjadi Presiden RI periode pertama (2014-2019) julukan tersebut sudah ada.

Adalah Ketua DPP Partai Gerindra Arief Poyuono yang pertama kali menyentil Luhut sebagai The Real President, saat mantan petinggi TNI tersebut diangkat menjadi Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP).

Dikutip dari laman Kantor Berita Politik RMOL pada 4 Maret 2015 silam, ada makna politis dan sosiologi terkait kepindahan Presiden Joko Widodo dari Istana Kepresidenan Jakarta ke Istana Bogor.

Sejak zaman Soekarno hingga SBY, Istana Jakarta adalah simbol pemerintahan seorang presiden hingga habis masa jabatannya, baik akibat diturunkan paksa atau lewat pilpres. Semua presiden selalu bertahan di Istana Jakarta.

Ketua DPP Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan, langkah Presiden Jokowi yang memperluas wewenang Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpin oleh Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, mirip dengan mandat khusus atau the power attorney dengan wewenang yang sama, dengan tugas seorang the real president.

Ia menjelaskan, Luhut Panjaitan memiliki wewenang pengendalian dan evaluasi kinerja para menteri sesuai dengan Perpres yang ditandatangani pada 26 Februari 2015, Luhut juga berwenang melaksanakan tugas pengendalian program-program prioritas nasional.

Tidak sampai disitu, Luhut berwenang menjalankan fungsi pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional sesuai dengan visi dan misi Pemerintah, dan penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan.

Luhut juga bertugas untuk percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional dan pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional yang merupakan tugas seorang presiden.

“Hampir tugas dan wewenang Luhut Panjaitan adalah yang melekat pada seorang presiden. Makin jelas secara politik bahwa real presiden hari ini adalah Luhut Panjaitan dan Kepala Negara adalah Jokowi,” kata Arief Poyuono dalam rilisnya, Rabu (4/3/2015).

Sementara secara sosiologi, tambah dia, Luhut sebagai real presiden ditandai dengan Luhut berkantor di Istana Jakarta sebagai simbol pusat pemerintahan, sementara Jokowi ‘pindah’ berkantor dan tinggal di Istana Bogor.

“Dengan kekuasaan penuh yang diberikan pada Luhut, ia juga memiliki kekuasaan mengendalikan angkatan perang dan Polri, dengan peraturan presiden yang dibuat Jokowi secara politik, dan kewenangan hanya untuk meyatakan perang hanya atas perintah Jokowi,” tandas Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu ini.***

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *