
Oleh : Yenni Sarinah, S.Pd
OPINI – Pemberian gelar doktor Honoris Causa (HC) menuai kritik pedas karena tidak nampak nyata adanya sumbangsih luar biasa terhadap ilmu dan negara. Beberapa kejadian serupa pun telah terjadi di Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang dianggap mencederai lembaga pendidikan tinggi. Lantas apa yang menjadi ukuran nyata sumbangsih ilmuwan terhadap kehidupan?
Muncul judul berita di Tempo.co (22/10/2022), Demonstrasi Mahasiswa Warnai Penganugerahan Doktor Honoris Causa Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) di Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Kemarahan mahasiswa kepada penyerahan gelar HC kepada Moeldoko dipicu karena beliau adalah pelanggar HAM yang tidak pantas diberi gelas kehormatan walaupun pimpinan UNNES mengatakan bahwa Moeldoko memiliki karya pengabdian luar biasa di bidang SDM.
Di sisi lain, di UNNES beberapa kali terjadi dosen yang dicopot karena dianggap menghina presiden dan mahasiswa BEM KM UNNES yang mengkritisi kinerja wakil presiden.
Sebagaimana yang diberitakan Kompas.com (17/02/2020) salah satu dosen UNNES, Sucipto Hadi Purnomo, dicabut gelarnya karena menghina presiden di status facebooknya. Hal itu tercantum dalam Keputusan Rektor Unnes Nomor B/167/UN37/HK/2020.
Juga berita di Tempo.co (07/07/2021) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (BEM KM Unnes) sebelumnya menyematkan gelar The King of Silent kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Mereka berpendapat, Ma’ruf tidak dapat mengisi kekosongan peran yang tidak mampu ditunaikan Presiden Jokowi.
Berbagai peristiwa tersebut seolah menggambarkan perguruan tinggi tersandera politik ‘balas budi’ terlebih dengan ketentuan rektor dipilih oleh Presiden. Padahal publik sudah sangat paham, di pemilu 2019 Alumni UNNES adalah tim sukses jokowi-amin. Alumni Universitas Negeri Semarang (Unnes) menyatakan kesiapannya dalam mengawal pasangan Presiden Terpilih Joko Widodo-Kiai Haji Ma’ruf Amin hingga pelantikan presiden-wakil presiden yang dijadwalkan pada 20 Oktober 2019. (riau.antaranews.com, 04/10/2019)
Dalam Islam, integritas sangat dijunjung tinggi terlebih dalam pemberian gelar. Karyalah yang menjadi ukuran sumbangsih nyata ilmuwan terhadap kehidupan. Bukan politik balas budi yang menjadikan seseorang mendapatkan gelar kehormatan tertentu dan posisi tertentu karena dukungan politiknya pada calon yang menguasai posisi no 1 di Indonesia. Dan menganggap gelar kehormatan dijadikan wejangan manis silaturrahmi antar sesama pemilik kepentingan, dan menggeser sebagian oknum yang mengganggu kepentingan politiknya.
Na’udzubillahi min dzalik.***
Penulis Pegiat Literasi Islam Selatpanjang, Riau