
Surabaya (Riaunews.com) – Kepolisian Daerah Jawa Timur membantah adanya keterlibatan polisi dalam pemasangan baliho salah satu bakal pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, di Jawa Timur. Tuduhan masyarakat sipil mengenai adanya instruksi khusus juga dibantah.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Dirmanto memastikan polisi netral dalam pemilu.
”Enggak ada (polisi terlibat pemasangan baliho), Polri netral,” kata Dirmanto saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (11/11/2023).
Dirmanto kemudian mengutip arahan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang menegaskan bahwa seluruh polisi harus netral. Dalam konteks tersebut, polisi tidak boleh berpihak kepada partai mana pun.
Dugaan keterlibatan polisi tersebut bermula dari beredarnya video yang menunjukkan baliho Prabowo-Gibran diangkut menggunakan sejumlah truk dan mobil bak terbuka di Jember, Jawa Timur.
Bawaslu Kompolnas Hingga Komnas HAM Diminta Usut
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Demokratis, berpandangan, dugaan pemasangan baliho Prabowo-Gibran yang melibatkan kepolisian menambah panjang masalah pemilu dan demokrasi Indonesia. Hal tersebut terindikasi menunjukkan polisi tidak netral dalam pemilu.
”Kami mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Komisi Nasional HAM menyelidiki dugaan kuat pemasangan baliho oleh polisi di Jatim. Itu melanggar undang-undang dan tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun,” ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (11/11/2023).
Tugas utama polisi adalah menjalankan fungsi penegakan hukum serta menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Ini sesuai amanat konstitusi UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Jadi, lanjut Julius, polisi tidak boleh terlibat politik praktis dan mendukung salah satu kandidat capres-cawapres.
Dugaan pelanggaran netralitas tersebut juga diduga kuat sebagai bentuk pengerahan alat negara untuk mendukung salah satu kontestan. Hal ini mengingat Gibran juga merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo.
Julius juga menyinggung rentetan kejadian dalam beberapa waktu belakangan, seperti penurunan baliho lawan politik Prabowo-Gibran dan putusan kontroversial oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang pada saat itu dipimpin adik ipar Presiden, Anwar Usman. Dalam putusan Majelis Kehormatan MK, Anwar terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan diberhentikan sebagai Ketua MK.
”Kami memandang kondisi ini membuat demokrasi dan pemilu menjadi tidak murni dan tidak sehat karena penguasa menggunakan seluruh kekuatan politiknya untuk memenangkan kandidat tertentu,” ucapnya.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menyebutkan, maraknya pemberitaan pelanggaran netralitas oleh kepolisian sangat meresahkan dan berpotensi memicu konflik. Bawaslu perlu meneliti dan menindaklanjuti informasi dugaan pemasangan baliho yang melibatkan kepolisian.
Secara spesifik, kepolisian juga perlu menindaklanjuti pemberitaan dan dugaan pelanggaran netralitas tersebut. Temuan dari polisi juga harus disampaikan kepada masyarakat. ”Di sisi lain, seluruh aparat negara, yakni ASN, TNI, dan Polri, tetap menjaga netralitas dalam Pemilu 2024, sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” katanya.
Menurut Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB)—salah satu partai anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung Prabowo-Gibran—Afriansyah Noor, tidak ada yang bisa memprediksi perilaku pemasangan baliho tersebut. Pasalnya, KIM tidak ada instruksi bagi instrumen negara untuk melakukan hal tercela.
”Bisa saja itu kampanye hitam terhadap pasangan Prabowo-Gibran karena merasa bahwa pasangan tersebut bisa menggerakkan instrumen negara. Walaupun kami bisa, tetapi kami tidak akan lakukan,” tuturnya.
Pasangan lainnya, tambah Afriansyah, perlu memeriksa lebih dalam bahwa KIM tidak bisa dan tidak akan menginstruksikan untuk mengintimidasi lawan politik.***