Pekanbaru (Riaunews.com) – Indonesia berduka atas berpulangnya salah satu pengusaha pribumi yang sukses di industri minyak dan gas, yakni atas meninggalnya pendiri sekaligus pemilik MedcoEnegi, Arifin Panigoro.
Arifin Panigoro dikabarkan meninggal di Mayo Clinic, Rochester, Amerika Serikat pada Ahad (27/2/2022) pukul 14.29 waktu setempat, atau Senin (28/2/2022) 03.29 WIB.
Nama Arifin Panigoro memang sudah tidak asing lagi di kalangan pengusaha pertambangan dan gas. Ia yang dijuluki sebagai Raja Minyak di negeri ini itu sudah lama memiliki cita-cita untuk menjadi orang sukses dan kaya.
Perusahaan yang didirikannya, Meta Epsi Drilling Company alias MedcoEnegi yang menjadi salah satu perusahaan minyak swasta nasional terbesar negeri ini adalah bukti kesuksesan Arifin. Namun, jerih payah dalam membangun perusahaannya tidaklah mudah.
Dikutip dari Kumparan, Arifin tumbuh dari keluarga pengusaha yang sederhana di mana ayahnya punya bisnis kopiah yang berkembang menjadi agen penjualan barang elektronik Philips hingga produk tekstil Retatex. Waktu itu, pria yang kerap disapa Pipin ini sempat kuliah di Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB).
Semasa kuliah, Pipin menjadi kontraktor instalasi dari pintu ke pintu. Namun, beberapa tahun setelah lulus kuliah, ayahnya meninggal. Sepeninggal ayahnya itu, Pipin terpaksa menjadi tulang punggung keluarga untuk menafkahi sepuluh adiknya.
Awal mula kemunculan ide usaha Pipin sekarang adalah adanya peristiwa oil boom pada 1979-1980 yang menyebabkan minyak bumi menjadi komoditas utama di kegiatan ekspor.
Jeli melihat peluang, Pipin mengumpulkan teman-temannya dari sesama alumni ITB untuk membagikan idenya membangun perusahaan minyak. Sebagian dari mereka menyambut ide tersebut. Namun, tak jarang yang meragukan Pipin karena minimnya pengalaman mengebor minyak.
Tapi karena saat itu pemerintah RI sedang gencar melakukan pembinaan terhadap pengusaha migas lokal, Pipin sangatlah beruntung. Pipin dan teman-temannya yang mendapat restu dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas kala itu, Wijarso untuk mengembangkan Medco.
Atas izin tersebut, mereka akhirnya menjadi perusahaan mitra Bawden Drilling, perusahaan pengeboran asal Kanada, untuk proyek pilot hole Pupuk Sriwijaya. Namun, karena alasan yang tidak pasti, Bawden menghentikan kerjasama mereka.
Seketika itu pula, Pipin dan teman-teman kelabakan karena mereka tidak mempunyai rig satupun untuk mengebor minyak. Kemudian, Pipin mengirim Hertriono untuk membeli sebuah rig di Amerika dengan pas-pasan. Setelah berkeliling ke beberapa pabrik, akhirnya Medco memiliki rig untuk melanjutkan usaha.
Bermodalkan satu rig saja, bisnis Pipin tersebut semakin berkembang. Meski hanya memiliki kantor sempit di Wisma Harapan, nyatanya Medco semakin memenangi tender demi tender. Salah satunya pembelian Stanvac yang namanya diubah menjadi Expan.
Dengan pembelian tersebut, PT. Stanvac yang merupakan perusahaan minyak tertua di Indonesia itu menjadi milik Medco sepenuhnya dan tidak lagi dikuasai asing.
Pada akhir 2021, Medco menandatangangi kesepakatan untuk mengakuisisi seluruh saham yang diterbitkan ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd. (CIHL).
Perseroan akan mengakuisisi kepemilikan saham dari Phillips International Investment Inc., yang merupakan anak perusahaan dari ConocoPhillips (COP). CIHL memegang 100% saham di ConocoPhillips (Grissik) Ltd. (CPGL) dan 35% saham di Transasia Pipeline Company Pvt. Ltd. (Transasia).
Berkat kepiawaiannya, Pipin tercatat sebagai Indonesia versi majalah urutan ke-45 pada 2019 lalu dengan total kekayaan mencapai 670 juta dolar AS atau setara dengan Rp 9,8 triliun.
Selain itu, Pipin juga dikenal sebagai sosok yang terlibat dalam politik seperti memberi konsumsi pada demonstran 1998, mendirikan partainya sendiri yang dinamai Partai Demokrasi Pembaruan, hingga dilantik Presiden Jokowi sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden periode 2019-2024.***