Oleh: Ina Ariani
INDONESIA kembali berduka. Belum usai masalah kebakaran di Depo Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, akibat terbakar pada Jumat malam, 3 Maret 2023 lalu, kini tragedi serupa kembali terulang di kilang minyak Pertamina Dumai, diberitakan meledak dan terbakar di Pekanbaru, Riau pada Sabtu malam, 1 April 2023. (TEMPO.CO)
Kasus ini bukan pertama kali terjadi, tapi telah beberapa kali berulang, menambah panjang deretan kasus di negeri ini yang akibatnya bukan hanya negara yang di rugikan melainkan rakyat banyak terlebih sekitaran kilang. Peristiwa ini memunculkan pertanyaaan tentang profesionalisme Pertamina dalam mengelola bisnis besar dan keuntungan besar milik negara ini.
Namun dalam sistem kapitalis demokrasi, adalah satu keniscayaan penyalahgunaan perusahaan milik negara untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
Sederet Insiden Pertamina
Sebelum insiden terbakarnya kilang minyak Dumai, sudah 10 fasilitas perusahaan pelat merah yang meledak dan terbakar dalam kurun waktu 4 tahun. Pada 29 Maret 2021, kilang minyak PT Pertamina RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat terbakar. Pada 11 Juni 2021 dan 13 November 2012 kebakaran melanda kilang minyak Cilacap.
Pada 15 Mei 2022, kilang minyak di Balikpapan terbakar setelah sebelumnya terbakar pada 4 Maret 2022. Insiden fatal juga terjadi pada fasilitas distribusi, yakni meledaknya pipa di Cimahi pada 22 Oktober 2019. Pada tahun yang sama, ledakan juga terjadi akibat bocornya minyak dari blok Offshore North West Java (ONWJ) yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi.
Sedang pada Maret tahun ini, kapal pengangkut BBM milik Pertamina terbakar di perairan Mataram, NTB pada tanggal 26. Sebelumnya, pada tanggal 3 terjadi kebakaran di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara. Pada kasus ini, rumah-rumah warga ikut dilahap si jago merah dan setidaknya ada 17 orang yang dilaporkan meninggal dunia.
Menyoal Profesionalisme
Dari sederet insiden yang terjadi, dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR pun menyatakan penyesalannya, ia mengatakan mengapa pengawasan pimpinan PT Pertamina (Persero) tidak belajar dari banyak kesalahan terdahulu. Sehingga kebakaran kilang minyak Pertamina terjadi lagi di Kota Dumai, Provinsi Riau, pada Sabtu (1/4/2023) malam WIB.
Mestinya PT Pertamina lebih berhati-hati lagi dalam pengelolaan maupun pendistribusiannya. Kita ketahui bahwa BBM sangat mudah terbakar. Sekali dua kali terbakar, mesti secepatnya dievaluasi. Karena jika tidak, kejadiannya berulang seperti yang terjadi di negeri kita ini. Selain fasilitas yang rusak, banyak warga yang kena getahnya, yakni meninggal atau tempat tinggal yang ikut dilahap si jago merah. Apalagi, banyak kilang minyak yang berdampingan dengan perumahan warga.
Pertanyaan terkait profesionalisme Pertamina ini bahkan datang dari Ekonom senior, Dr. Rizal Ramli. Ia bahkan meminta agar pucuk pimpinan di Pertamina yakni dirut dan korut diberhentikan. Karena kebakaran yang kerap terjadi adalah indikasi lemahnya sistem keamanan Pertamina. Ditambah, pejabat Pertamina kerap menjadikan faktor alam, petir sebagai faktor utama terjadinya kebakaran seperti yang terjadi di Cilacap.
Dalam sistem kapitalis demokrasi, adalah satu keniscayaan penyalahgunaan perusahaan milik negara untuk kepentingan pihak tertentu.
Akibat Utama
Pencegahan berulangnya kebakaran pada aset milik perusahaan pelat merah tidak hanya pada aspek person pucuk pimpinan. Akan tetapi, pembenahan mestinya dari dasar, dimana aturan terkait kebijakan perusahaan tersebut. Namun di sistem kapitalisme sekulerisme, BUMN seolah bukan lagi milik negara, tetapi seperti kata publik, milik nenek moyang.
Perusahaan milik negara harusnya mengurusi hajat hidup rakyat, justru di sistem kapitalis sekuler malah menyusahkan bahkan mengorbankan rakyat. Contoh sederhana, banyak rakyat meninggal dan luka-luka akibat salah tata kelola di perusahaan pelat merah ini. Contoh lainnya di mana harga BBM yang seringkali melonjak tajam, menyusahkan rakyat.
Islam sebagai Solusi
Dalam sistem Islam, diatur terkait kepemilikan. Islam menetapkan negara sebagai pihak pengelola sumber daya alam dengan profesional yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. Pertamina yang merupakan perusahaan milik negara akan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyatnya, secara langsung maupun tidak langsung. Contoh sederhananya, rakyat tidak akan antri panjang untuk membeli seliter minyak tanah.
Pemanfaatannya semua diatur oleh hukum syara, bukan mengikuti kehendak dan kepentingan pihak tertentu. Pemimpin-pemimpin yang menduduki jabatan di Pertamina adalah pemimpin yang pada dirinya melekat dua sifat dasar yakni mampu dan amanah. Mereka akan mengelola sebisa mungkin untuk kepentingan rakyat, bukan semata untuk diri dan kelompok. Ketakwaan yang ada pada mereka menjauhkan diri mereka dari tindakan korupsi, abai, juga lalai.
Alhasil kasus kebakaran kilang minyak milik pertamina hanya akan selesai dengan sistem Islam. Pengusutan-pengusutan tentang kebakaran tidak akan tuntas selama sistemnya belum di ganti. Termasuk seluruh problematika di negeri ini. Selama sistemnya masih sekuler kasus-kasus baru akan terus bermunculan.
Wallahu a’lam bishshawab.***
Aktivis Muslumah Ideologis Pekanbaru