Oleh Yuni Oktaviani, penulis, serta Penggiat Literasi Islam Pekanbaru-Riau
Pelaku UMKM banyak yang protes dengan kehadiran TikTok Shop dan merasa dirugikan. Produk-produk yang dijual dengan harga miring bahkan tidak masuk akan membuat banyak konsumen yang tertarik untuk membeli online di Tiktok tersebut.
Belum lagi produk-produknya juga ada yang berasal dari luar negeri alias impor. Sehingga, platform Tiktok pun terancam ditutup di Indonesia. Apakah benar Tiktok dengan project-S nya ini mengancam UMKM ? Benarkah dengan menutup atau melarang platform tersebut di Indonesia adalah solusi?
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menolak TikTok, platform media sosial asal China menerapkan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia. Hal tersebut untuk mencegah praktik monopoli yang merugikan UMKM domestik
Menteri Teten mengatakan bahwa dari survei yang dilakukan orang-orang berbelanja online dipengaruhi oleh perbincangan di media sosial, begitu pun sistem pembayaran dan logistiknya pihak platform yang memegang semua. Ini sama saja dengan monopoli. Penolakan Indonesia ini juga seiring dengan larangan yang dilakukan sejumlah negara antara lain Amerika Serikat (AS) dan India. (liputan6.com, 12-09-2023)
Benarkah Kehadiran TikTok Shop mengancam UMKM?
Sebagaimana diketahui, ada empat macam stakeholder dalam e-commerce, diantaranya traffic, platform, payment, dan logistic.
Traffic biasanya berhubungan dengan media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, WhatsApp, Telegram, dan lainnya. Sementara platform berkaitan dengan marketplace, seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, Blibli, Gojek, Grab, dan Maxim. Payment atau pembayaran, seperti Ovo, Shopeepay, Dana, Link Aja, dan Qris. Serta yang terakhir adalah logistik, seperti JNE, JnT, Sicepat, Ninja, dan lain-lain. Seringnya keempat stakeholder e-commerce ini saling berkolaborasi satu sama lain.
Dari pemaparan menteri Teten Masduki dalam teks berita di atas, keberadaan tiktok bisa mengancam UMKM yang ada di Indonesia. Dengan alasan bahwa tiktok bermain rangkap sebagai media sosial (traffic), dan juga marketplace (platform). Selain itu, ada beberapa produk-produk asing yang diimpor ke Indonesia langsung dari Cina melalui platform tiktok tersebut. Pertanyaannya, apakah hanya tiktok?
Faktanya, shopee pun juga melakukan hal yang sama, yaitu traffic (terdapat kolom kiriman pesan tertulis didalamnya), platform atau akun jual beli (marketplace), dan malah juga memiliki payment sendiri, seperti shopeepay. Sementara untuk produk-produknya, shopee juga mengeluarkan beberapa produk impor dan bahkan sudah mengancam produk dalam negeri, contohnya saja skincare. Lalu, mengapa bukan shopee yang diributkan? Melainkan tiktok?
Alasan lain mengapa tiktok dilarang juga terkait pajak dan perizinan, walaupun belum jelas kebenarannya. Atau kalau pun sudah, barangkali nominalnya yang kurang besar. Namun, jika dikatakan TikTok dengan project S-nya mengancam UMKM dalam negeri juga patut dipertanyakan.
Karena sebelum tiktok pun, seperti Shopee, Tokopedia, dan lain-lain sudah dahulu ada. Artinya, perekonomian wong cilik Indonesia sudah memang terancam sejak awal dengan adanya platform-platform digital bahkan sebelum adanya TikTok.
Dari pemaparan menteri Teten Masduki dalam teks berita di atas, keberadaan tiktok bisa mengancam UMKM yang ada di Indonesia. Dengan alasan bahwa tiktok bermain rangkap sebagai media sosial (traffic), dan juga marketplace (platform). Selain itu, ada beberapa produk-produk asing yang diimpor ke Indonesia langsung dari Cina melalui platform tiktok tersebut. Pertanyaannya, apakah hanya tiktok ?
Faktanya, shopee pun juga melakukan hal yang sama, yaitu traffic (terdapat kolom kiriman pesan tertulis didalamnya), platform atau akun jual beli (marketplace), dan malah juga memiliki metode pembayaran sendiri, seperti ShopeePay. Sementara untuk produk-produknya, Shopee juga mengeluarkan beberapa produk impor dan bahkan sudah mengancam produk dalam negeri, contohnya saja produk kecantikan. Lalu, mengapa bukan shopee yang diributkan? Melainkan tiktok?
Alasan lain mengapa tiktok dilarang juga terkait pajak dan perizinan, walaupun belum jelas kebenarannya. Atau kalau pun sudah, barangkali nominalnya yang kurang besar. Namun, jika dikatakan tiktok dengan project S-nya mengancam UMKM dalam negeri juga patut dipertanyakan.
Karena sebelum TikTok pun, seperti Shopee, Tokopedia, dan lain-lain sudah dahulu ada. Artinya, perekonomian wong cilik Indonesia sudah memang terancam sejak awal dengan adanya platform-platform digital bahkan sebelum adanya tiktok.
Jika dikatakan bahwa e-commerce mengancam UMKM atau menyebabkan banyak UMKM gulung tikar adalah benar, maka selain itu justru ada pemain “besar” yang sangat dirugikan terlebih ketika TikTok hadir dengan project S-nya. Contohnya shopee sebagai market leader yang kini ratingnya menurun drastis sejak kehadiran project S.
Namun tampaknya project S-nya tiktok lah yang paling disorot dalam hal ini. Walaupun kurang jelas sebenarnya pemerintah mempermasalahkan tiktok di bagian yang mana lebih tepatnya. Di bagian traffic dan platformnya sekaligus kah, atau karena mereka melakukan impor secara langsung barang dari luar? Atau karena produk-produk Cina nya? Dan apakah berpengaruh ketika tiktok ditutup maka UMKM akan bangkit dan produk asing tidak akan masuk dengan mudah ke Indonesia? Jawabannya belum tentu.
Impor berbagai produk milik Cina atau asing pasti akan bisa masuk ke dalam negeri karena sesungguhnya hampir lima marketplace sudah bekerjasama dengan Alibaba.
Sehingga wajar jika publik curiga bahwa jangan-jangan ada konspirasi di balik ini semua. Seperti tidak adanya saham milik penguasa di tiktok tersebut, atau saham market leader yang sudah mulai terancam. Yang pasti beginilah wajah ekonomi kapitalis dimana raksasa konglomerasi yang banyak bermain karena mereka punya modal besar dan kekuasaan.
UMKM hanya sebagai dalih yang sering dijadikan alat kampanye para penguasa elit. Seakan-akan memihak, padahal dibelakangnya, urusan UMKM ini dipersulit, seperti permodalan, pengurusan izin usaha, pajak, dan lain-lain. Mirisnya lagi, justru UMKM lah yang berkontribusi besar ketika negeri ini mengalami krisis.
Berbeda dengan pihak konglomerasi yang malah menyebabkan krisis moneter. Sementara, barang-barang impor banyak yang masuk ke Indonesia dengan mudahnya secepat ketika mengedipkan mata.
Konglomerasi Usaha di Era Kapitalisme
Usaha kecil milik rakyat di era ekonomi digital saat ini sangat lah lemah. Hal ini disebabkan karena ulah kapitalisasi di bidang ekonomi itu sendiri dimana mengambil keuntungan sebesar-besarnya, modal sekecil-kecilnya dijadikan semboyan hidup. Maka tak jarang ditemukan banyak penguasa yang merangkap menjadi pengusaha, atau sebaliknya demi mendapat keuntungan dengan cara yang instan.
Tenaga kerja asing dibawa masuk ke Indonesia, begitu pula beras-berasnya yang di impor sehingga menyebabkan petani lokal menjerit, mudahnya para investor asing menguasai tanah milik rakyat untuk dibangun perusahaan-perusahaan besar, dan banyak lagi lainnya. Seakan rakyat dipaksa bersaing dengan para konglomerat. Sudah dapat dipastikan tidak lah kuat.
Maka wajar usaha mikro milik rakyat kecil banyak yang bangkrut alias gulung tikar secara perlahan. Hal ini lebih disebabkan karena bebasnya akses masuk pihak asing maupun produk-produknya secara mudah oleh penguasa negeri ini.
Kebijakan penguasa yang seperti inilah yang mengancam UMKM dan rakyat kecil harusnya. Ditambah lagi permasalahan fundamental yaitu sistem ekonomi kapitalisme itu sendiri sehingga hampir setiap kebijakan penguasa tidak lah pro rakyat. Contohnya saja, kekayaan alam baik itu minyak, gas bumi, barang tambang maupun yang lainnya tidak dapat dinikmati oleh rakyat. Justru dinikmati oleh segelintir orang.
Selain itu, pembatasan BBM bersubsidi dulu dengan alasan membebani APBN, padahal faktanya adalah hutang serta bunga hutangnya lah yang membebani APBN tersebut. Lalu sekarang diperparah lagi dengan kehadiran e-commerce yang mengambil alih semua peran penting wirausaha.
Islam Mengatur Aktivitas Perdagangan
Penting bagi negara untuk memiliki kedaulatan dalam ekonomi digital seperti saat ini. Kedaulatan yang sifatnya lebih permanen dan tahan lama, sehingga pasarnya akan sulit untuk dikuasai asing. Contohnya saja, tidak mengimpor tenaga kerja dari luar negeri dan hanya memanfaatkan sumber daya manusia yang ada di dalam negeri dengan sebaik-baiknya. Selain itu, tidak memberi kebebasan juga kepada pihak asing untuk membawa masuk produk-produknya ke Indonesia.
Semua ini hanya mungkin dilakukan ketika negeri ini bukan berada dalam sistem kapitalisme, tetapi dalam sistem yang menerapkan aturan Islam. Karena hanya ketika Islam (khilafah) diterapkan maka kedaulatan ekonomi akan dapat terwujud.
Hal ini disebabkan karena Khalifah sebagai ra’in atau kepala negara (pengurus rakyat) akan senantiasa memantau berjalannya aktivitas jual beli yang terjadi. Sementara untuk harga barang-barang di pasar akan dikembalikan kepada para penjual dan pembeli. Ketika pelaku dalam transaksi jual beli ini saling ridho dengan harga yang ditetapkan, maka transaksi pun akan terjadi.
Begitu juga dengan aktivitas perdagangan seperti ekspor dan impor juga akan dibatasi dan dikontrol oleh negara. Aktivitas perdagangan ekspor boleh dilakukan oleh warga negara kecuali menjual persenjataan, sistem komunikasi alat-alat berat, dan bidang strategis lainnya ke luar negeri apabila dengan tujuan untuk memerangi negara Islam nantinya.
Lalu, untuk komoditas pakaian, makanan, perabotan, dan lainnya boleh dijual ke luar negeri. Namun, ketika ketersediaan komoditas tersebut sedang krisis di dalam negeri, maka Khalifah akan melarang perdagangan ekspor tersebut, dan mengutamakan kebutuhan rakyat di dalam negeri terlebih dahulu.
Sementara itu, berhubungan dengan aktivitas impor, maka negara khilafah akan memperbolehkan negara lain yang terikat perjanjian dengan negara khilafah untuk melakukannya. Hanya saja, mereka tetap dilarang untuk mengimpor persenjataan, dan alat-alat pertahanan strategis lainnya. Semuanya akan diatur oleh Khalifah agar mekanisme pasar ekspor maupun impor ini tetap berjalan sesuai aturan syariah.
Ada pengecualian untuk negara kafir harbi, atau negara yang memusuhi negara khilafah, maka tidak boleh atau dilarang melakukan aktivitas jual beli dengannya. Mau itu ekspor barang ke negara kafir harbi ini ataupun impor barang dari negara tersebut ke dalam negara khilafah, maka secara tegas akan dilarang.
Beginilah negara khilafah yang menerapkan aturan Islam akan mengatur mekanisme pasar dalam lingkup negara. Kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam aktivitas jual beli akan dapat dicegah karena negara yang akan mengontrol berjalannya aktivitas tersebut.
Negara dari luar tidak akan bebas untuk mengimpor barang-barangnya ke dalam negeri jika tidak memenuhi syarat yang sudah dijelaskan di atas.
Begitu juga dengan ekonomi digital yang berjalan saat ini, maka akan dikembalikan kebijakannya kepada Khalifah selaku kepala negara. Bisa jadi akan dibatasi jika memang merugikan pihak-pihak pedagang tradisional, dan dipertegas kembali regulasinya bagi pengguna marketplace agar aktivitas jual beli atau perdagangan didalamnya tidak bertentangan dengan aturan yang sudah ditetapkan dalam Islam. Wallahu a’lam bis-shawab.