Kamis, 10 Oktober 2024

Begini Cara Wamenkumham Eddy Hiariej Peras Helmut Hermawan

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej jadi tersangka kasus gratifikasi. (Foto: Kompas)

Jakarta (Riaunews.com) – Kuasa hukum mantan direktur utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan, yaitu M Sholeh Amin membantah dugaan penyuapan dan gratifikasi kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (EOS) alias Eddy Hiariej. Dia menyebut, perkara tersebut murni pemerasan dengan ancaman yang dilakukan EOS.

“Klien kami sebagai korban mengadukan kepada Indonesia Police Watch atas dugaan pemerasan dengan ancaman yang dilakukan oleh Wamenkumham EOS. Atas pengaduan itu, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso selanjutnya melaporkan hal itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Maret 2023 lalu,” kata Sholeh dalam keterangannya di Jakarta pada Jumat (10/11/2023).

Dilansir Republika, Sholeh menceritakan awal mula perkenalan antara Helmut Hermawan dan EOS. Menurut dia, kedua orang itu diperkenalkan oleh Anita Z yang merupakan teman sekampung guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Yogyakarta tersebut.

Perkenalan tersebut, kata Sholeh, bertujuan meminta perlindungan hukum sekaligus menanyakan mengenai perkara pidana yang dihadapi oleh Helmut Hermawan (HH), Thomas Azali (TA), Emanuel Valentinus Domen (EVD). Ketiganya sedang melawan pihak Aserra Capital (Apexindo Group).

Hasilnya, menurut Sholeh, berdasarkan analisis dan pendapat dari EOS, perkara tersebut dinyatakan bukan merupakan tindak pidana, melainkan kasus perdata. EOS kemudian memilih sekretaris pribadi bernama Yogi sebagai penghubung untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan TA, HH, dan EVD dalam menangani masalah itu.

EOS juga merekomendasikan seorang pengacara bernama Yosi yang merupakan mantan mahasiswanya di UGM, kepada TA, HH, EVD untuk menangani perkara yang sedang bergulir di Mabes Polri. “Dikarenakan sebagai pejabat negara EOS tidak dapat terlibat dan membantu secara langsung,” ujar Sholeh.

Menurut Sholeh, EOS mengarahkan Helmut Hermawan untuk berkonsultasi kepada Yosi selaku pengacara perusahaan. Selanjutnya, jasa hukum yang akan diberikan kepada Helmut Hermawan tidak gratis karena dipatok sebesar Rp 4 milliar.

“Karena nominal jasa hukum yang ditawarkan yang cukup besar, klien kami yang saat itu sebagai direktur utama dari PT Citra Lampia Mandiri, harus meminta persetujuan TA, selaku pemilik perusahaan dan merangkap Direktur Keuangan, dan EVD selaku Dirut dari PT APMR, holding yang memiliki 85 persen saham di PT CLM,” ujar Sholeh.

Kesepakatan terjalin, pembayaran pun dilakukan dua kali pada 27 April 2022 sebesar Rp 2 miliar dan pada 17 Mei 2022 Rp 2 miliar. Selain itu, Helmut Hermawan, TA, dan EVD dimintai uang sejumlah Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Singapura 235 ribu dengan iming-iming mengeluarkan SP3 kedua atas permasalahan di Bareskrim Polri.

“Apabila uang tersebut tidak diberikan, maka status tahanan dalam penangguhan akan dibatalkan dan klien kami beserta TA dan EVD dapat ditahan kembali,” ujar Sholeh.

Yogi dan Yosi menyampaikan kepada Sholeh, EOS mengenal baik salah satu petinggi di Bareskrim Polri. Atas bujuk rayu, sambung dia, TA selaku pemilik perusahaan bersama EVD selaku Dirut PT APMR dengan terpaksa menyetujui permintaan tambahan uang Rp 3 miliar tersebut.

Lalu pada 18 Oktober 2022 permintaan uang terjadi kembali. Menurut dia, EOS secara proaktif melalui Yogi meminta sejumlah uang kepada PT APMR/CLM untuk promosi dan menyelenggarakan acara pemilihan dirinya sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

Pada awalnya, kata Sholeh, PT CLM menolak untuk memenuhi permintaan itu. Namun, EOS melalui Yogi terus mendesak agar PT CLM memberikan uang.

“Atas jabatan yang dimilikinya selaku Wamenkumham dan ancaman bahwa SP3 yang dijanjikannya tidak akan diterbitkan, maka TA dan EVD menyetujui dan menginstruksikan staf perusahaan untuk memberikan uang sejumlah Rp 1 miliar,” ujar Sholeh.

Dia menyebut, EOS pernah memaksa para direksi PT APMR untuk menyerahkan 12,5 persen saham tambang PT CLM untuk dirinya. Kemudian, sebanyak 12,5 persen saham untuk seorang mantan menteri sosial dan 45 persen untuk PT Aserra Capital.

“Dengan ancaman apabila tidak diberikan maka klien kami, TA, dan EVD akan diselesaikan, dipidanakan, ditahan serta diambil perusahaannya. Namun klien kami dan TA dan EVD menolak permintaan tersebut,” ujar Sholeh.

Atas penolakan permintaan tersebut, kata dia, ancaman EOS menjadi kenyataan dengan berubahnya status kepemilikan saham dan pengurus PT APMR dan PT CLM di Ditjen AHU Kemenkumham. Selain itu, banyak laporan terhadap HH, TA, dan EVD yang terus berlangsung.

Sholeh menyebut, Helmut, TA, dan EVD merasa dimanfaatkan namun tidak mendapat apapun yang dijanjikan. Hal itu menyusul permintaan uang yang terus menerus disampaikan EOS dengan dalih membantu penyelesaian perkara di Bareskrim Polri. Padahal, sampai dengan saat ini perkara tersebut masih terus berjalan dan belum pernah dikeluarkannya SP3 ke-2 seperti dijanjikan EOS.

“Dengan tidak diturutinya permintaan Wamenkumham EOS dan pihak-pihak terkait oleh Helmut Hermawan, TA dan EVD menyebabkan munculnya berbagai upaya kriminalisasi yang juga berimbas pada karyawan-karyawan PT CLM serta terjadinya perubahan kepengurusan yang disahkan pada profil AHU perseroan PT CLM yang justru merugikan Helmut Hermawan, TA dan EVD,” ucap Sholeh.

Sebelumnya, KPK telah menandatangani surat penetapan EOS sebagai tersangka kasus dugaan suap. Surat penetapan tersangka sudah ditandatangani dua pekan lalu. “Penetapan tersangka Wamenkumham, benar itu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *