Jakarta (Riaunews.com) – Kepala Suku Dinas Dukcapil Jakarta Selatan, Abdul Haris mengatakan status Daftar Pencarian Orang (DPO) Djoko Tjandra tidak termuat dalam sistem. Sebab, perekaman masal e-KTP dimulai pada 2010 sedangkan status DPO ditetapkan pada 2008.
“Seseorang di-DPO dan segala macam di dalam catatan database kita enggak ada,” terangnya, saat dihubungi, Senin (6/7/2020).
Baca: Proses pembuatan KTP Djoko Tjandra yang selesai dalam 30 menit dipertanyakan
Namun, Haris tidak bisa memastikan apakah pihak kelurahan mengetahui status DPO Djoko saat datang mencetak e-KTP. Yang jelas, imbuhnya, pihak kelurahan tidak bisa menolak seseorang untuk mencetak e-KTP, meskipun berstatus buron.
“Tidak ada (tidak ada yang tahu status buron Djoko) apalagi operator kita kelurahan ya kan kasusnya kan udah belasan tahun. PJLA ini kan di bawah 30 tahun mungkin enggak kenal. Andaikan kenal saja tidak berdaya untuk melarang,” jelasnya.
Kemudahan Djoko Tjandra memiliki KTP dipertanyakan, sebab masyarakat butuh berhari-hari untuk mengurusnya. Dan untuk mencetak bahkan harus antri sejak subuh, namun buronan kasus Bank Bali tersebut bisa mendapatkannya hanya dalam waktu 30 menit.
Dugaan Djoko Tjandra membuat e-KTP untuk mengajukan PK sebelumnya diungkapkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Boyamin mengaku menelusuri data e-KTP itu.
Baca: Dikibuli Harun Masiku dan Djoko Tjandra, Yasonna ngeles
Boyamin mengatakan, setelah ditelusuri ternyata, alamat yang tertera di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Selatan sama dengan alamat yang yang tertera dalam permohonan PK, yaitu di Jalan Simprug Golf I, Nomor 89, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama.
Menurut Boyamin, Djoko Tjandra seharusnya tidak bisa mencetak e-KTP dengan identitas sebagai seorang Warga Negara Indonesia (WNI). Djoko diketahui memiliki paspor Papua Nugini, yang mana artinya ia telah menjadi warga negara Papua Nugini.***