Jakarta (Riaunews.com) – Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Fahri Hamzah disebut dalam sidang kasus dugaan korupsi izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Keduanya diduga menitipkan perusahaan yang tertarik ikut budi daya lobster.
Hal ini terungkap saat jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menampilkan percakapan elektronik antara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan staf khususnya, Safri. Pada percakapan itu, Edhy menggunakan nama kontak BEP.
“Oke. Ini ada WhatsApp dari BEP. Benar saudara saksi BEP ini Pak Edhy Prabowo?” tanya salah satu JPU KPK saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (15/6/2021).
Safri membenarkan keterangan tersebut. Lalu, jaksa membacakan chat yang bertuliskan, “Orangnya Pak Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR, mau ikut budi daya lobster”.
Pada percakapan itu, Safri menjawab “oke”. Hal itu mengundang tanya dari jaksa mengenai maksud respons Safri.
“Maksudnya perintah beliau (Edhy) saya jalankan kalau untuk membantu secara umum,” ujar Safri.
Jaksa juga membacakan percakapan yang memuat tim Fahri Hamzah ingin ikut proyek benur. Tim dihubungi dan diundang untuk presentasi.
“Saf, ini tim Pak Fahri Hamzah mau jalan lobster. Langsung hubungi dan undang presentasi,” ucap jaksa membacakan tulisan dalam chat.
Jaksa kembali menegaskan kepada Safri apakah semua yang ada dalam chat merupakan perintah langsung dari Edhy. Safri membenarkan keterangan itu. Namun, Safri mengaku tidak tahu nama perusahaan yang dititipkan Azis dan Fahri.
Kuasa hukum Edhy Prabowo sempat menyampaikan keberatan terhadap pertanyaan jaksa yang terus mencecar terkait nama perusahaan. Ketua Majelis Hakim Albertus Usada menyatakan tak masalah lantaran itu berkaitan dengan barang bukti.
“Itu kan bagian dari barang bukti. Dia kan menjawab apa adanya, tidak tahu. PT-nya apa, tidak tahu. Ya sudah itu. Itu kan terkait dengan barang bukti elektronik. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengakui itu sebagai alat bukti,” terang Albertus.
Sebanyak enam orang dijerat kasus dugaan korupsi izin ekspor BBL atau benur. Mereka yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; asisten pribadi Edhy, Amiril Mukminin; dan staf khusus menteri kelautan dan perikanan Safri.
Kemudian, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih; staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta; dan Siswadhi Pranoto Loe. Mereka diduga sebagai pihak penerima dan perantara suap izin ekspor BBL.
Edhy Prabowo bersama-sama Andreau Pribadi Misanta, Safri, Amiril Mukminin, Ainul Faqih, dan Siswadhi Pranoto Loe didakwa menerima hadiah atau janji berupa uang sebesar US$77 ribu dan Rp24,6 miliar. Uang itu berasal dari emilik PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito dan sejumlah eksportir BBL.
Suharjito telah divonis dua tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Dia mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Cibinong.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.