Oleh Oki Ummu Kinan, penggiat literasi asal Kabupaten Siak
Seperti udara
Kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas Ibu
Ibu
Ingin kudekap
Dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur
Bagai masa kecil dulu
Penggalan bait lagu ibu di atas seolah menggambarkan ibu yang penuh kasih sayang. Kehadirannya sangat-sangat dirindukan anak kandungnya. Namun sayang, kenyataannya bertolak belakang. Sosok ibu di daerah Subang, justru tega membunuh anak kandungnya, darah daging dirinya.
MR (13), remaja asal Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023).
Jenazah MR ditemukan di pinggir sungai dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan terikat ke belakang. Miris, tubuh jenazah MR penuh dengan luka penganiayaan. Pelaku justru orang terdekat, yaitu ibu, paman dan kakeknya.
Ibu MR berniat untuk mengembalikan ke ayah kandungnya, namun saat melewati jembatan, MR yang saat itu masih dalam keadaan hidup di lempar ke dalam saluran irigasi.
“Kalimat Terakhir Bocah 13 Tahun di Subang Setelah Dianiaya Ibunya, “Ma Sakit, Saya Ngantuk, Capek Ma””, menurut pengakuan ibu kandung kepada pihak kepolisian, sayangnya ungkapan itu tidak digubris.
Sekulerisme Menumbuh Suburkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga, semakin marak terjadi. Apakah suami melakukan kekerasan pada istri dan anak, atau sebaliknya istri pada suami dan anak. Bahkan anak kepada orang tua, kejadian kekerasan ini terus berulang dan terulang.
Wajar, karena Sekulerisme menjauhkan manusia dari agama ketika menjalankan kehidupan. Tidak menjalankan perannya masing-masing sebagaimana fitrahnya dalam anggota keluarga. Semua berjalan atas dasar azas manfaat.
Kebahagiaan dunia menjadi tujuan akhir dalam menjalani aktivitas. Materi menjadi jalan untuk meraih kebahagiaan. Ketika materi tidak didapatkan, maka mengikis rasa sayang dan empati di antara anggota keluarga.
Jika, Sampai saat ini Sekulerisme masih bercokol di dalam lingkup keluarga, maka bisa dipastikan semakin banyak kasus serupa akan bermunculan.
Akankah hal ini terus didiamkan?
Peran Keluarga Berjalan Alami, Hanya dengan Sistem Islam
Islam memandang keluarga adalah madrasah utama. Aqidah menjadi landasan dalam kehidupan. Menjalani kewajiban dan peran masing-masing untuk menggapai ridho Allah.
Rasa kasih dan sayang tulus terlahir jika landasannya benar. Anggota keluarga saling menyayangi dan menghargai satu dan lainnya. Standar meraih kebahagiaan tidak semata dunia yang temeh. Namun, akhiratlah yang di tuju untuk bersama ke surganya.
Seorang ayah akan menjalani kewajibannya, untuk mencari nafkah keluarganya. Tidak hanya itu, pemenuhan pendidikan agama juga menjadi prioritas dari Ayah Sang Penanggung Jawab Madrasah.
Sementara ibu, ia adalah pengatur rumah tangga, yang menghandle keuangan dan kondisi rumah. Pendidik anak- anaknya ketika di rumah.
Sementara anak, memiliki kewajiban untuk menyayangi dan berbakti pada kedua orang tua. Wajib taat kepada keduanya, selama ketaatan itu tidak memalingkan dari Allah dan Rasul nya.
Peran ini bisa berjalan ketika sistem yang ada sesuai dengan Islam. Islam diterapkan dalam sebuah kehidupan. Islam menjamin hidup umat, dari segala bidang. Mulai dari ekonomi yang non Ribawi, politik, sosial budaya, kesehatan gratis, pendidikan gratis.
Berbeda dengan hari ini, kebutuhan hidup semakin tinggi. Ditambah sulitnya mencari pekerjaan, belum lagi biaya kesehatan mahal, dan banyak lagi masalah demi masalah yang membuat anggota keluarga rapuh. Pada akhirnya satu dan lain nya frustasi hingga memilih mengakhiri hidupnya sendiri atau mengakhiri hidup orang-orang di sekitarnya.
Sepatutnya, Keluarga memiliki fungsi sebagai tempat perlindungan bagi anggota keluarga lainnya. Keluarga seharusnya memberikan rasa aman, tenang, dan tentram bagi seluruh anggota keluarga. Manusia adalah makhluk sosial yang bukan hanya membutuhkan orang lain namun juga membutuhkan interaksi dengan orang lain yang berbeda dengannya.
Maka negara harus serius menyelesaikan kemelut hari ini, bertahan dengan sistem sekulerisme hanya akan menambah panjang sederat kasus serupa. Harus ada perubahan, semua akan terwujud ketika kembali kepada sistem terbaik dari yang Maha Menciptakan.
Wallahu’alam bishawab