Minggu, 3 November 2024

Pengamat Cium Kejanggalan: Impor Gula Kebijakan Kolektif Beberapa Mendag Era Jokowi Tapi Hanya Tom Lembong yang Disikat

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Tom Lembong Ditahan Kejagung setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus impor gula pada 2015 silam. (Foto: Detik)

Jakarta (Riaunews.com) – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong ditetapkan tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait impor gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016.

Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan, kasus ini mengandung kejanggalan karena kebijakan impor gula merupakan keputusan kolektif yang diterapkan oleh beberapa Menteri Perdagangan di era Presiden Jokowi.

“Sejak 2013, menteri-menteri perdagangan lain, seperti Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, dan Muhammad Lutfi, juga memberikan izin impor gula dengan alasan yang beragam, dari stabilisasi harga hingga menjaga pasokan dalam negeri,” papar Achmad kepada Tribun, Kamis (31/10/2024).

Namun, Achmad menyebut, hanya Tom Lembong yang ditahan, sementara izin impor gula pada masa menteri-menteri lain berjalan tanpa tindakan hukum serupa.

Baca Juga: Belum Temukan Bukti Dana Mengalir ke Tom Lembong, Kejagung Bilang Begini

Menurutnuya, keputusan menahan Lembong memberi kesan adanya standar ganda dalam penegakan hukum.

Jika alasan utama penahanan adalah surplus gula pada 2015 saat izin diberikan, maka kondisi serupa pada masa menteri lainnya juga seharusnya dievaluasi.

Data impor gula 2013-2023 yang dirangkum Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat.

Hal ini, Achmad menilai semakin aneh mengingat data tahun-tahun berikutnya menunjukkan pola kebijakan yang sama, meskipun pemerintah sering mengklaim swasembada gula atau surplus gula, seperti pada 2018, 2021, dan 2022.

“Namun, izin impor terus diberikan dan bahkan mencapai angka tertinggi pada 2022. Kondisi ini mengundang spekulasi bahwa ada unsur tebang pilih dalam proses hukum terhadap Lembong,” ucapnya.

 

Peran PT PPI dalam Kebijakan Impor Gula

PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), sebuah BUMN, telah aktif dalam impor gula sejak 2009, untuk mengatasi kekurangan stok gula nasional.

Achmad menyampaikan, PPI diberikan mandat untuk menstabilkan persediaan gula domestik, tetapi keanehan muncul ketika tuduhan dari Kejaksaan Agung mengungkap bahwa gula yang diimpor dijual ke pihak swasta, bukan langsung ke publik.

Baca Juga: Pasca Ditahannya Tom Lembong, Netizen Minta Kejagung Periksa Yaqut soal Kuota Haji

“Jika benar terjadi kekurangan transparansi dalam praktik ini, maka PPI bukanlah satu-satunya pihak yang seharusnya bertanggung jawab, apalagi jika kebijakan impor gula ini telah berlangsung selama satu dekade di bawah berbagai kepemimpinan,” katanya.

Lebih lanjut Ia menyampaikan, mengingat bahwa izin impor diberikan oleh berbagai Menteri Perdagangan dalam periode tersebut, logisnya seluruh pihak terkait, termasuk menteri-menteri lain, harus diperiksa.

“Dengan hanya menahan Lembong, proses hukum tampak tidak konsisten,” ujarnya.

Pada 2022, impor gula mencapai angka tertinggi selama satu dekade, menunjukkan bahwa pola impor dengan melibatkan PPI tetap berlangsung meskipun kondisi pasokan dalam negeri kerap kali cukup.

“Kebijakan ini hanya membawa Lembong ke meja hijau, sementara menteri-menteri lain yang memprakarsai izin serupa tetap bebas dari tindakan hukum,” tuturnya.

 

Tuduhan Terkait Surplus Gula yang Tidak Konsisten

Kejaksaan menuduh bahwa penetapan Lembong sebagai tersangka terkait dengan izin impor yang diberikan saat Indonesia dalam kondisi surplus gula berdasarkan rapat antarkementerian pada Mei 2015.

Meskipun begitu, kata Achmad, kejanggalan muncul karena keputusan serupa berulang kali dilakukan oleh menteri perdagangan lainnya di era yang sama tanpa konsekuensi hukum.

Misalnya, pada 2018, pemerintah mengumumkan swasembada gula, namun tetap memberikan izin impor sebesar 4,6 juta ton.

Baca Juga: Gegara Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula, Netizen Kembali Ungkit Kasus Zulkifli Hasan dan Airlangga Hartarto

Pada 2021 dan 2022, surplus gula nasional kembali diklaim, tetapi angka impor mencapai rekor tertinggi pada 2022 dengan lebih dari 6 juta ton.

“Bahkan kebijakan impor beras menunjukkan pola serupa, pemerintah sering mengklaim swasembada, tetapi tetap mengimpor dengan alasan menjaga harga atau persediaan,” tuturnya.

 

Tuduhan Manipulasi Transaksi dengan PT PPI

Kejaksaan menuduh bahwa Lembong memberikan izin impor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton kepada PT AP, sebuah perusahaan swasta, meskipun aturan mengharuskan impor gula dilakukan oleh BUMN.

“Yang menjadi keanehan, Direktur Pengembangan Bisnis PPI, Charles Sitorus, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Jika benar Lembong yang memberikan izin, maka tanggung jawab seharusnya berada padanya, dan peran PPI perlu dipertanyakan secara lebih rinci,” paparnya.

Sebagai BUMN, Achmad menyampaikan, PPI bertugas melaksanakan kebijakan dan distribusi gula yang diimpor sesuai izin dari kementerian, bukan untuk mengalihkan distribusi ke pihak swasta.

“Tuduhan bahwa PPI menjual gula yang seharusnya didistribusikan ke masyarakat tanpa koordinasi juga menimbulkan pertanyaan,” ucapnya.

“Jika PPI aktif dalam distribusi atau transaksi yang melanggar aturan, maka semestinya tanggung jawab operasional berada pada PPI, dan peran Lembong seharusnya terbatas pada pemberian izin,” sambungnya.

Jangan Lewatkan: Dijadikan Tersangka dan Ditahan, Namun Kejagung Belum Kantongi Bukti Aliran Dana ke Tom Lembong

Ia menyampaikan, tuduhan ini menimbulkan asumsi bahwa keterlibatan PPI dalam impor gula mungkin lebih besar dari sekadar pelaksana kebijakan dan bahwa dinamika internal PPI juga berpotensi mempengaruhi arah kasus ini.

Lebih lanjut Achmad mengatakan, kejanggalan-kejanggalan dalam kasus ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam penegakan hukum.

“Untuk menjaga kredibilitas lembaga penegak hukum, sangat penting memastikan bahwa setiap pihak yang memiliki tanggung jawab atau pengaruh dalam pelaksanaan impor gula diperiksa,” papar Ahcmad.

“Tanpa pemeriksaan menyeluruh, tindakan menahan Lembong seorang diri tampak sebagai upaya pengalihan tanggung jawab dan mencerminkan standar ganda dalam proses hukum,” sambungnya.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *