Jakarta (Riaunews.com) – Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menilai gaya terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, yang kerap mengenakan kacamata dalam persidangan tak bisa dianggap remeh.
Sebab menurut Reza hal itu adalah bagian dari siasat terdakwa buat memoles citra mereka sebagai pribadi yang santun di hadapan jaksa penuntut umum dan majelis hakim. Tujuannya adalah buat meringankan hukuman para terdakwa.
“Bukan sebatas gimik, apalagi untuk gagah-gagahan. Faedah kacamata terhadap jalannya persidangan ternyata tak bisa dipandang sebelah mata,” kata Reza dalam keterangannya pada Rabu (11/1/2023).
Reza mengatakan, kebiasaan mengenakan kacamata dalam sidang yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dikenal sebagai nerd defense atau pembelaan si kutu buku.
Maksudnya adalah dengan mengenakan kacamata terdakwa seolah menampilkan diri laiknya seorang kutu buku, santun, dan alim. Atau dengan kata lain, terdakwa yang tidak pernah mengenakan kacamata dalam kondisi normal mendadak mengubah penampilan dengan kacamata tanpa ukuran selama persidangan.
Reza mengatakan, pengaruh dari penggunaan kacamata oleh seorang terdakwa dalam persidangan atau penerapan taktik nerd defense sudah dikaji secara ilmiah melalui sejumlah studi.
Hasilnya adalah dengan mengenakan kacamata, maka terdakwa seolah terlihat lebih cerdas, tidak intimidatif, sehingga mengurangi kesan sebagai seorang penjahat.
“Ujung-ujungnya, berkurang kemungkinan terdakwa divonis bersalah. Atau, karena ia terkesan lebih manusiawi, hukumannya bisa lebih ringan,” ucap Reza.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum disebutkan Richard Eliezer (Bharada E) menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo. Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi setelah cerita Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang.
Ferdy Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Akhirnya, Brigadir J tewas di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Atas perbuatannya, Richard Eliezer, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma’ruf didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Khusus Sambo, jaksa juga mendakwa eks Kadiv Propam itu terlibat obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J. Ia dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam kasus ini, Richard adalah terdakwa satu-satunya yang mendapat status justice collaborator atau saksi pelaku.***