Jakarta (Riaunews.com) – Indonesian Corruption Watch (ICW) menyayangkan potongan hukuman mantan Ketum PPP Romahurmuziy (Rommy) menjadi 1 tahun, denda Rp 100 juta, subsider 3 bulan kurungan. Putusan itu dinilai mencabik rasa keadilan masyarakat.
Peneliti ICW Tama S Langkun menilai aneh putusan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta malah meringankan. Padahal banyak kasus korupsi yang mendapatkan hukuman berat.
“Walau jumlahnya (suap) dibilang lebih kecil dan jadiannya di daerah, tapi itu bukan poin biasa, karena melibatkan kementerian. Kementerian ini wilayah tinggi, seharusnya hukumannya berat,” ujar Tama saat dihubungi merdeka.com, Kamis (30/4).
Dia pun membandingkan hukum Rommy dengan para mantan ketua umum parpol lainnya. Misalnya Anas Urbaningrum dan Setya Novanto.
“Dan jika dibandingkan Anas Urbaningrum, (14 tahun penjara), Setya Novanto, (15 tahun penjara). Hukuman Rommy sangat menyedihkan, karena sangat ringan,” sambungnya.
Bahkan, kata Tama, ICW mencatat kasus kepala desa Hambuku, Kabupaten Hulu Sungai Utara yang melakukan korupsi Rp 43,4 juta menerima hukuman 4 tahun penjara.
“Walau kasus Rommy kan suap, sedangkan kepala desa ini kerugian negara. Tetapi secara subtansinya sama, malah kepala desa lebih berat dibanding hukuman yang diterima Rommy,” ungkap dia.
Selanjutnya, Tama seperti melihat disparitas putusan (ketimpangan putusan) yang terjadi ketika pengadilan menghadapi tingkat bawah dan atas.
“Disparitas putusan, ketika dihadapkan ke kepala desa mereka bisa berikan putusan berat. Tetapi melihat level yang lebih tinggi malah sangat ringan, ini merusak keadilan,” terangnya
Oleh sebab itu, Tama meminta Makamah Agung (MA) untuk mempertimbangkan dengan baik kasasi dari KPK terhadap putusan PT DKI Jakarta.
“Kasasi itu udah wajar harus ditempuh KPK, kita berharap sekarang ke MA harus hati-hati dalam melakukan vonis perkara korupsi,” imbaunya.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.