Jakarta (Riaunews.com) – Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ganjar Laksamana, mempertanyakan pembentukan Satuan Petugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) usai penyidikan kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI dengan tersangka Sjamsul dan Itjih Nursalim dihentikan KPK.
Menurut dia, negara perlu menagih dana BLBI meski ada atau tidak Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh lembaga antirasuah.
“Urgensinya menagih, bukan membentuk tim tagih. Kalau bentuk tim tagih menurut saya kita tunjuk saja debt collector yang paling jago selama ini mana sih. Tanya tuh sama bank-bank yang suka punya jasa debt collector siapa yang paling jago yang tingkat pencapaiannya, persentasenya yang paling tinggi,” kata Ganjar dalam diskusi virtual ‘Menyoal Langkah KPK Menghentikan Penyidikan Perkara BLBI’, Ahad (11/4/2021).
Ia mempermasalahkan komposisi Satgas yang diisi oleh lima menteri dan Jaksa Agung RI serta Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Menurut dia, tanggung jawab yang diberikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tersebut menambah tugas pejabat negara.
“Bukan bermaksud meremehkan Satgas ini, tapi enggak perlu. Nanti orang over ekspektasi lagi. Pak presiden, coba cek dulu jangan-jangan hak tagih negara bukan cuma BLBI. Sekalian saja. Kok konsen banget sama BLBI,” imbuh Ganjar.
Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera sekaligus Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai pembentukan Satgas Hak Tagih BLBI tak lepas dengan pesan politik terhadap eksistensi lembaga antirasuah.
“Enggak perlu bikin Keppresnya karena ada konsekuensi hukum administrasi negara nanti yang akan keluar, dan menurut saya nanti akan mubazir. Soal tim juga, buat saya, ini juga menihilkan KPK. Ada pesan politik juga buat saya, KPK benar-benar diabaikan di sini. Jadi, sudah dianggap enggak eksis,” ujar dia.
Selain itu, lanjut Bivitri, pembentukan Satgas Hak Tagih BLBI juga memperlihatkan cara pandang pemerintah terhadap program pemberantasan korupsi, yakni bagaimana cara agar uang negara kembali.
Penegakan hukum untuk menimbulkan efek jera, menurut dia, tidak lagi menjadi tujuan utama.
“Cara pandang yang terpenting itu bukan pemberantasan atau penegakan hukumnya, tapi duitnya balik. Ini kelihatan dari narasi agak konsisten. Kalau kita runut satu-satu jajaran pemerintah, soal tidak membuat gaduh, soal restoratif justice yang sudah disalahpahami,” imbuh dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan Keppres Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Satgas tersebut mulai bekerja sejak Keppres ditetapkan yakni 6 April 2021 hingga 31 Desember 2023.
Menko Polhukam, Mahfud MD, menjelaskan bahwa tugas Satgas adalah menagih dan memproses semua jaminan agar menjadi aset negara.
“Kini pemerintah akan menagih dan memburu aset-aset karena utang perdata terkait BLBI jumlahnya lebih dari Rp 108 triliun,” ucap Mahfud.***