Pekanbaru (Riaunews.com) – Ketua Pokja proyek pembangunan Jembatan Water Front City tahun 2015-2016, Fauzi, memberikan kesaksian bagaimana persekongkolan dilakukan sejumlah petinggi di Pemerintahan Kabupaten Kampar untuk memenangkan PT Wijaya Karya (Wika) dalam proyek pembangunan jembatan Water Front City (WFC), Bangkinang.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (29/3/2021) sore, Fauzi yang ketika proyek dilaksanakan pada 2015-2016 silam, mendapat ‘arahan’ dari Indra Pomi yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kampar.
Dilansir Cakaplah.com, Fauzi jadi saksi untuk terdakwa Adnan yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan WFC dan terdakwa I Ketut Suarbawa selaku Manajer Divisi Operasi 1 Sipil Umum 1 PT Wijaya Karya (persero) Tbk. Keduanya ikut persidangan secara virtual dari Jakarta.
Awalnya Fauzi memperkenalkan bagaimana dirinya mengenal Adnan di Dinas PU Kampar pada 2003 lalu. Seiring berjalan waktu, Adnan menjabat PPK proyek Jembatan WFC dan Fauzi ditawarkan menjadi Pokja.
Ketika ditawarkan jadi Ketua Pokja, Fauzi mengaku sempat menolak karena merasa tidak sanggup. Namun akhirnya menerima tawaran tersebut dan diangkat berdasarkan SK Bupati Kampar.
Untuk pembangunan jembatan itu, pagu anggarannya Rp122 miliar. Ketika pendaftaran, puluhan perusahaan mendaftar tapi yang memasukkan dokumen hanya lima perusahaan di antaranya, Utama Karya, PP, Adhi Karya, dan Wika.
Dalam proyek itu, Indra Pomi menjabat sebagai Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran adalah Afruddin Angga. Keganjilan tejadi, ketika ada dicantumkan syarat khusus bagi peserta lelang, padahal sebelumnya tidak ada dan mengacu pada Perpres.
Adnan memerintahkan Fauzi menambahkan syarat khusus tersebut dengan tujuan agar PT Wika bisa menang proyek. “(Alasannya) kira-kira untuk mengapakan (memenangkan, red) PT Wika” kata Fauzi di hadapan mejelis hakim yang diketuai Lilin Herlina.
Tidak hanya Adnan, ternyata arahan juga datang dari Indra Pomi. Ia memerintahkan Adnan untuk memenangkan PT Wika.
“Saya dapat perintah dari Indra Pomi untuk mengawal dan memenangkan PT Wika. Saat itu lelang baru proses,” kata Fauzi yang didatangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin Ferdian Adi Nugroho.
“Pak Indra Pomi bilang, PT Wika harus menang. Kalau tidak nanti Pak Bupati Kampar (Jefry Noer) marah,” kata Fauzi membenarkan Berkas Acara Pemeriksaan yang dibacakan JPU.
Selama proses kualifikasi, pihaknya tidak memeriksa seluruh persyaratan dari PT Wika. Berbeda dengan perusahaan lain, yang diperiksa seluruhnya. Langkah itu, semata-mata untuk melancarkan kemenangan PT Wika.
“Atas perintah Indra Pomi itu, apa jawaban Anda? kata JPU. Fauzi menyatakan dirinya siap. “Ya. Siap Pak,” kata Fauzi mengulangi ucapannya ketika itu.
JPU juga mempertanyakan tindakan konkret Fauzi untuk menangkan PT Wika. Menurut Fauzi, salah satunya adalah memasukkan syarat-syarat khusus di luar kontrak.
Selain memasukkan syarat-syarat khusus, Pokja juga menerbitkan Addendun 1. Bila hal itu tidak dilakukan maka PT Wika harus digugurkan. “PT Wika hanya satu yang dicek lapangan sedangkan perusahan lain dua sampai tiga (syarat),” ucap dia.
Dalam dokumen, tidak hanya masukan dari Adnan juga ada masukan pihak lain, yakni Firjan Taufa, dari PT Wika. Menurutnya, masukan dari Firjan Taufa dilakukan karena ada kaitan dengan mengawal pemenangan PT Wika.
Dalam pekerjaannya, Fauzi mengaku mendapat uang dari PT Wika sebesar Rp100 juta. Uang itu diserahkan oleh Firjan Taufa pada September 2015 di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru.
Pemberian uang dilakukan secara bertahan. Pertama sebesar Rp75 juta secara tunai. Kedua Rp20 juta dan ketika Rp5 juta dalam bentuk pembelian tiket pulang pergi Makassar, Sulawesi Selatan. “Uang untuk apa itu,” tanya JPU.
Menurut Fauzi, dirinya disampaikan Firjan Taufan kalau uang itu sebagai ucapan terima kasih. “Sebagai ucapan terima kasih. Tapi saya tidak ada inisiatif meminta, saya dihubungi,” kata Fauzi.
Uang itu dibagikan Fauzi kepada bawahannya, dan sebagian digunakan untuk pribadi. Ketika kasus dalam proses penyidikan, Fauzi mengembalikan uang itu ke KPK.
Selain Fauzi, JPU juga menghadirkan 6 saksi lain. Mereka adalah Afruddin Angga, Fahrizal Effendi, Muhammad Katim, Roni, dan saksi lainnya.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.