
Jakarta (Riaunews.com) – Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak juga menerapkan zona larangan terbang di Ukraina. Hal ini memicu protes dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Ia menyebut hal ini terkesan malah memberi lampu hijau bagi Rusia untuk terus memborbardir Ukraina.
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg menyatakan bahwa upaya zona larangan terbang itu bukan menjadi pilihan yang dipertimbangkan oleh aliansi.
“Kami sepakat bahwa pesawat NATO tidak boleh beroperasi di wilayah udara Ukraina atau pasukan NATO berada di Ukraina,” kata Jens sebagaimana dikutip CNN, Sabtu (5/3/2022).
NATO sejauh ini tak mau terlibat langsung dalam konflik antara Rusia dengan Ukraina yang berimbas kekecewaan negara pecahan Soviet itu.
Padahal, keputusan penyerangan Rusia memanas usai Ukraina bersikap dan menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan NATO sehingga memicu ketegangan.
Zona Larangan Terbang
Zona larangan terbang adalah area di mana pesawat tidak dapat terbang dan melintas sebuah wilayah lantaran sejumlah alasan.
Jika merujuk pada konteks konflik sebagaimana terjadi di Ukraina, zona itu memungkinkan pesawat Rusia tak diizinkan untuk terbang dan dapat mencegah penyerangan udara terhadap Ukraina.
Sebelum konflik Ukraina dan Rusia, NATO pernah memberlakukan zona larangan terbang di negara nonanggota seperti Bosnia dan Libya.
Namun, langkah itu menjadi kontroversial lantaran mengindikasikan aliansi terlibat dalam konflik tanpa mengerahkan pasukan darat sepenuhnya.
Yang terjadi jika NATO memberlakukan zona larangan terbang
Penerapan zona ini membuat NATO harus mengerahkan kekuatan militer. Jika pesawat Rusia terbang di zona tersebut, maka pasukan NATO harus bertindak atas pesawat itu.
Langkah tersebut termasuk upaya penembakan terhadap pesawat yang berada di langit. Jika upaya itu dilakukan, maka Rusia dapat menanggapi upaya itu sebagai sirene perang dari NATO dan meningkatkan konflik.
Sebagaimana diberitakan CNN, NATO enggan terlibat dalam invasi tersebut mengingat kekuatan nuklir yang dimiliki Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin secara terang-terangan melihat NATO sebagai ancaman terhadap otoritasnya dan menggunakan dalil tersebut untuk menginvasi Ukraina.
Keterlibatan NATO dalam invasi tersebut nantinya dapat ditafsirkan sebagai tindakan perang langsung terhadap Rusia dan berisiko mengakibatkan penggunaan nuklir sebagai senjata.***