Ankara (Riaunews.com) – Menteri luar negeri Turki meminta negara lain tidak ikut campur masalah kebijakan negaranya atas Hagia Sophia Istanbul. Hal itu bukan urusan internasional, tetapi masalah kedaulatan nasional Turki.
Berbicara dalam wawancara yang disiarkan televisi, Kamis (11/6/2020) Mevlut Cavusoglu menanggapi diskusi baru-baru ini tentang kemungkinan pembukaan kembali Hagia Sophia sebagai masjid.
“Situs populer itu awalnya adalah sebuah masjid setelah penaklukan Istanbul oleh kekaisaran Ottoman,” katanya seperti dilansir Anadolu Agency.
Baca: Jokowi disindir pendemo karena diam saat umat Muslim dipersekusi di India
Ia menekankan bahwa tidak seorang pun berhak mengomentari kebebasan beragama di Turki. Cavusoglu mengatakan langkah-langkah yang diambil dalam 20 tahun terakhir terhadap berbagai minoritas di negara itu sangat jelas dan adil.
Diplomat top Turki itu juga mengecam keras Amerika atas Laporan tentang Kebebasan Beragama Internasional 2019 yang diterbitkan baru-baru ini dan mengatakan “tragisomis” bagi AS untuk mengomentari kebebasan beragama dan hak asasi manusia negara lainnya.
Hal ini karena di Amerika sendiri pelanggaran atas hak-hak beragama terhadap minoritas Islam atau Islamophobia terlihat nyata. Rasialisme juga terpampang hingga kini terhadap kaum berwarna lainnya.
Baca: Trump ingin pulangkan ribuan mahasiswa China karena dikhawatirkan jadi mata-mata
Bahkan, Presiden Amerika Donald Trump dalam berbagai kesempatan terlihat jelas mendiskreditkan umat Islam dalam berbagai kebijakan. Pernyataannya pun tidak menyejukkan.
Dijelaskannya, Hagia Sophia digunakan sebagai gereja selama 916 tahun. Pada tahun 1453 diubah menjadi masjid oleh Ottoman Sultan Mehmet II ketika kekaisaran menaklukkan Istanbul.
Setelah restorasi selama era Ottoman dan penambahan menara oleh arsitek Mimar Sinan, Hagia Sophia menjadi salah satu karya terpenting arsitektur dunia. Di bawah Republik Turki kala dipimpin oleh aliran sekuler Mustafa Kemal Attaturk bangunan itu kemudian dijadikan museum.
Presiden Erdogan telah menggarisbawahi bahwa Ottoman mengubah bangunan itu menjadi masjid alih-alih meruntuhkannya. Hal sama dilakukan dinasti Ottoman atas masjid lainnya.
Isu ini muncul kala Turki mengadakan kegiatan berdoa secara Islam di Hagia Sophia untuk memperingati penaklukan Ottoman di Istanbul, yang dikenal sebelumnya sebagai Konstantinopel.
Tindakan itu menimbulkan kemarahan dari Yunani dan juga Gereja Ortodoks Rusia.
Baca: Trump marah pada media yang sebut virus corona di Amerika bukan dari China
“Setiap upaya mengubah status museum Katedral Hagia Sophia akan mengarah pada perubahan dan pelanggaran keseimbangan antaragama yang rapuh,” kata Hilarion Kepala Hubungan Eksternal Gereja Ortodoks Rusia, seperti dilansir Orthodox Times.
Namun, Erdogan tegas membantahnya. Ia menyebut tidak seorang pun bisa mencampuri urusan dalam negeri Turki.
“Yunani bukan orang yang mengelola wilayah ini, jadi jangan mengeluarkan pernyataan seperti itu,” kata Erdogan, Senin(6/6).
“Mereka bilang untuk tidak mengubah Hagia Sophia menjadi masjid. Coba dipikir, apakah kalian yang memerintah Turki, atau kami?,” tegasnya.
Hilarion prihatin transformasi Hagia Sophia menjadi masjid akan menutup pengunjung dari agama lain. Namun Erdogan sudah menyatakan bahwa Hagia Sophia akan tetap terbuka untuk siapa pun. Dia menyamakan kondisi itu dengan Masjid Biru Istanbul yang terkenal selama ini.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.