
Tel Aviv (Riaunews.com) – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakui bahwa negaranya tengah berada di ambang perang saudara setelah demo besar-besaran pecah di beberapa wilayah.
Sejumlah menteri hingga eks pejabat juga mengatakan ada ancaman perang saudara dalam rencana perombakan sistem peradilan yang mau disahkan Netanyahu ini.
Mantan kepala Angkatan Udara Israel Eitan Ben-Eliahu, misalnya, yang mengatakan bahwa sang PM seolah “menyatakan perang saudara” melalui rencana reformasi sistem peradilannya, seperti dikutip The Times of Israel.
Menteri Ekonomi Israel Nir Barkat juga menyarankan untuk “menghentikan dan menghitung ulang” rencana reformasi sembari mewanti-wanti bahwa hal itu telah membawa negara ke ambang perang saudara.
“Reformasi diperlukan dan kami akan melakukannya, tapi tidak dengan mengorbankan perang saudara,” kata Barkat, seperti dikutip CNN.
Apa yang sebenarnya terjadi hingga muncul ancaman perang saudara?
Sejumlah media Israel melaporkan terjadi bentrokan antara kubu pendukung rencana Netanyahu dan yang menolak amandemen kala demo pecah Senin (27/3) lalu.
Berdasarkan laporan The Times of Israel, bentrokan itu terjadi di Yerusalem dan Tel Aviv, dua lokasi paling besar tempat berkumpulnya masing-masing kubu yakni pendukung dan penolak.
Bentrokan itu sampai-sampai menyebabkan beberapa warga Arab-Israel menjadi korban.
Dalam tangkapan kamera dari unjuk rasa di Yerusalem, tampak puluhan anggota kelompok sayap kanan ekstremis La Familia menyerang orang Arab yang lewat.
Dalam salah satu insiden, seorang sopir taksi Arab dikerubungi pengunjuk rasa yang melemparkan benda-benda ke taksi dan menggedor kaca, menurut keterangan polisi.
Saat mencoba menyelamatkan diri, sopir itu “diserang dengan kejam oleh para perusuh hingga menyebabkan kerusakan parah pada mobilnya.” Polisi pun menangkap tiga orang atas insiden tersebut.
La Familia sendiri merupakan klub penggemar tim sepak bola Beitar Yerusalem. Klub itu dikenal rasis dan kerap melakukan kekerasan.
Sementara itu, video lain juga menunjukkan pedemo sayap kanan mengibarkan bendera Israel dan Partai Likud sembari menghalangi jalan pengemudi Arab dan meneriakkan “semoga desamu terbakar.”
Soal kericuhan ini, Netanyahu mengatakan “ada minoritas ekstremis yang siap mengobrak-abrik” Israel.
Menurutnya, orang-orang itu menggunakan kekerasan dan provokasi, mengancam akan merugikan pejabat terpilih, hingga memicu perang saudara yang sejatinya merupakan “kejahatan yang mengerikan”.
Oleh sebab itu, dia meminta polisi dan tentara menghentikan kejadian tersebut.
“Saya tidak mau memecah bangsa menjadi dua. Selama tiga bulan saya telah berulang kali menyerukan dialog dan juga mengatakan bahwa saya tidak akan meninggalkan kebutuhan bisnis yang terlewat untuk mencari solusi karena saya ingat, kita ingat, bahwa kita tidak menghadapi musuh tetapi saudara kita,” ucap Netanyahu dalam pidatonya, seperti dikutip The Times of Israel, Selasa (28/3).
“Saya katakan di sini dan sekarang: Tidak boleh ada perang saudara. Masyarakat Israel berada di jalur singgungan yang berbahaya. Kita berada di tengah krisis yang membahayakan persatuan dasar di antara kita.”
Unjuk rasa ini sendiri sebetulnya sudah berlangsung sejak Netanyahu menerbitkan RUU reformasi peradilan tiga bulan lalu.
Sejak itu, protes-protes terus bermunculan secara sporadis setiap pekan dan puncaknya adalah Senin (27/3) lalu di mana para diplomat di sejumlah negara ikut berpartisipasi dalam mogok massal.
Para pendukung umumnya percaya bahwa reformasi itu diperlukan untuk melawan bias sayap kiri yang diklaim kerap dirasakan dalam keputusan pengadilan.
Sementara para penolak berpandangan reformasi ini mencederai demokrasi dan memungkinkan Netanyahu lolos dari tuntutan dalam sidang kasus korupsinya.
Netanyahu sendiri selama ini menyangkal semua tuduhan korupsi tersebut. Dia juga menyangkal niat pribadinya dalam rencana perombakan ini, seperti dilaporkan The Guardian.***