London (Riaunews.com) – Inggris mengaku mendapat informasi terkait niat pemerintahan Presiden Vladimir Putin menempatkan pemimpin pro-Rusia di Ukraina.
Tuduhan Inggris itu muncul ketika kekhawatiran soal rencana Rusia menginvasi Ukraina semakin meradang, terutama usai puluhan ribu tentara Moskow berkumpul di perbatasan kedua negara lengkap dengan senjata berat.
dilansir CNN, Inggris mengklaim telah memiliki bukti terkait beberapa eks politikus Ukraina mempunyai hubungan dengan badan intelijen Rusia.
Baca Juga:
- Putin Tegaskan Menghina Nabi Muhammad Bukan Ekspresi Kebebasan
- AS-Rusia Memanas, Putin Balas Usir Diplomat Amerika
Kementerian Luar Negeri Inggris menuding beberapa orang yang berkomunikasi dengan agen intelijen Rusia terlibat dalam rencana penyerangan Moskow terhadap Ukraina. Namun, Inggris tak membeberkan bukti dan detail atas klaimnya tersebut.
Inggris menduga mantan perdana menteri Yevgen Murayev menjadi salah satu yang dipertimbangkan sebagai calon pemimpin Ukraina pro-Rusia.
Selain Murayev, ada 4 nama politisi lainnya yang disebut Inggris sedang dipertimbangkan, yakni Mykola Azarov, Sergiy Arbuzov, Andriy Kluyev, dan Volodymyr Sivkovich.
Azarov sempat menjabat sebagai perdana menteri Ukraina di bawah presiden pro-Moskow Viktor Yanukovych. Keduanya melarikan diri dari Kyiv ke Rusia setelah pemberontakan pada 2014 di Ukraina yang berbuntut penggulingan Yanukovych dan aneksasi Rusia terhadap Semenanjung Crimea.
Sedangkan Sivkovich merupakan mantan wakil sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, ia dijatuhi sanksi oleh AS minggu ini karena diduga berkolusi dengan intelijen Rusia.
Sementara Arbuzov dan Kluyev menjabat sebagai wakil perdana menteri di bawah Yanukovych.
“Informasi yang dirilis hari ini menyoroti sejauh mana aktivitas Rusia yang dirancang untuk menumbangkan Ukraina, dan merupakan wawasan tentang pemikiran Kremlin,” kata Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss, dilansir dari AFP, Ahad (23/1/2022).
“Rusia harus mengurangi eskalasi, mengakhiri kampanye agresi dan disinformasi, dan menempuh jalur diplomasi,” imbuhnya.
Sepaham dengan Inggris, Amerika Serikat juga menyampaikan kekhawatiran mereka akan rencana Rusia.
“Rakyat Ukraina memiliki hak berdaulat untuk menentukan masa depan mereka sendiri dan kami mendukung mitra kami yang terpilih secara demokratis di Ukraina,” ujar Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Emily Horne.
Klaim tersebut muncul beberapa jam setelah sumber senior pertahanan Inggris mengatakan bahwa Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu telah menerima undangan untuk bertemu dengan mitra Inggris, Menteri Pertahanan Ben Wallace.
“Mengingat bilateral pertahanan terakhir antara kedua negara kami terjadi di London pada 2013, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu telah menawarkan untuk bertemu di Moskow sebagai gantinya,” kata sumber itu.
Isu invasi Rusia atas Ukraina telah lama muncul. Gedung Putih bahkan percaya serangan bisa berlangsung kapan saja.
Moskow mencaplok semenanjung Krimea pada 2014, kala konflik pemberontak pro-Rusia pecah di Ukraina dan menewaskan lebih dari 13 ribu orang.***