Jakarta (Riaunews.com) – Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menuding Ketua KPK Firli Bahuri cs kembali membuat kegaduhan dengan mengumumkan pencabutan akses masuk ke Gedung KPK bagi Endar Priantoro. Menurut Yudi, pengumuman yang disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata itu merupakan hal yang provokatif.
“Endar sampai saat ini masih pegawai KPK baik secara formil maupun materiil sehingga seharusnya bisa keluar masuk KPK,” ujar Yudi dalam keterangannya, Sabtu (8/4/2023).
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK ini menambahkan, seharusnya Firli cs meniru langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyerahkan sepenuhnya polemik kasus pemecatan Endar ini kepada Dewan Pengawas.
Menurut Yudi, pencabutan akses ini sekaligus menyiratkan bahwa pimpinan KPK tidak menghormati proses pemeriksaan yang tengah dilakukan Dewas terkait pemulangan Brigjen Endar Priantoro ke Polri yang janggal.
“Seharusnya pimpinan KPK menunggu hasil pemeriksaan dewas sebelum mengambil tindakan apapun,” kata Yudi.
Yudi menyebut preseden pencabutan akses ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada kepentingan pribadi dalam pemecatan Endar dari Direktur Penyidikan KPK. Oleh karena itu, Yudi ragu pimpinan KPK akan menyelesaikan konflik internal ini dan justru bakal sengaja menambah panas agar permasalahan semakin berlarut larut.
“Jika ini terjadi, masyarakat yang rugi, pimpinan KPK digaji mahal oleh rakyat bukan buat bikin gaduh tetapi untuk memberantas korupsi,” kata Yudi.
Diduga bermula dari kasus Formula E
Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menilai pemecatan Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK tak bisa dilepaskan dari isu penanganan kasus Formula E. Dia meyakini pemecatan ini terjadi karena adanya dugaan sebagian pimpinan KPK yang ingin memaksa kasus itu dinaikkan ke penyidikan.
“Tindakan pemecatan Direktur Penyelidikan KPK tidak bisa dilepaskan dari efek tahun politik di mana ada sinyalemen berupa dugaan keras berkaitan atas adanya upaya sebagian pimpinan KPK untuk mentersangkakan Anies Baswedan,” kata Bambang lewat keterangan tertulis, Selasa, 4 April 2023.
Mantan anggota Tim Gabungan Untuk Percepatan Pembangunan DKI Jakarta ini menyebutkan kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan kasus Formula E. Kejanggalan itu, kata dia, adalah banyaknya gelar perkara yang sudah dilakukan KPK dalam penanganan kasus Formula E. Menurut Bambang, tidak pernah ada dalam sejarah KPK, gelar perkara untuk meningkatkan penanganan kasus ke tahap penyidikan dilakukan sampai sebanyak 9 kali.
“Tidak pernah terjadi dalam sejarah KPK ada sekitar 9 kali ekspose untuk meningkatkan tahapan pemeriksaan ke tingkat penyidikan,” kata dia.
Menurut Bambang, dalam gelar perkara itu, sebagian pimpinan KPK diduga memaksa agar pejabat struktural seperti Endar untuk mengikuti kemauan pimpinan.
“Kewarasan di tahun Politik ini memang harus ditingkatkan dan dioperasionalkan agar demokrasi yang mensyaratkan adanya penegakan hukum yang konsisten dapat terjadi secara paripurna,” kata Bambang.
Komisi Pemberantasan Korupsi membantah kasus ini ada kriminalisasi. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyayangkan penanganan kasus korupsi Formula E diseret-seret dalam kepentingan politik pihak tertentu. Menurut KPK, lembaganya telah menangani kasus itu sesuai prosedur hukum.
“KPK sangat menyayangkan, proses penanganan perkara Formula E yang telah taat azas dan prosedur hukum ini justru kemudian diseret-seret dalam kepentingan politik oleh pihak-pihak tertentu,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin, 3 Oktober 2022.
Ali mengatakan lembaganya menangani kasus Formula E karena adanya laporan dari masyarakat. Laporan itu kemudian ditelaah untuk mengetahui apakah kasus itu bisa ditangani oleh KPK atau tidak.
KPK, kata dia, masih mengumpulkan informasi yang diperlukan. Salah satunya dengan memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk dimintai keterangan. “Dalam proses internal KPK, pada setiap penanganan perkara adalah dengan melakukan ekspose atau gelar perkara,” kata dia.
Ali mengatakan dalam gelar perkara itu tim penyelidik memaparkan hasil pengumpulan informasi. Informasi itu dipaparkan untuk mendapat masukan dari seluruh pihak yang mengikuti forum tersebut. Menurut dia, semua peserta ekspose punya kesempatan sama untuk menyampaikan analisis dan pandangannya. “Pembahasan dilakukan secara konstruktif dan terbuka dalam forum tersebut,” kata dia.
Dengan sistem dan proses yang terbuka, kata dia, penanganan perkara di KPK dipastikan tidak bisa diatur atas keinginan pihak tertentu saja. “Namun setiap penanganan perkara di KPK adalah berdasarkan kecukupan alat bukti,” kata dia.
Meski demikian, Ali mengatakan KPK berkomitmen untuk menangani setiap perkara dugaan korupsi sesuai dengan tugas, kewenangan dan Undang-Undang yang berlaku. Dia mengajak masyarakat untuk mengawasi setiap proses penanganan perkara di KPK. Dia juga meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang sengaja dihembuskan untuk kepentingan agenda di luar penegakan hukum.***
Sumber: Tempo