Jakarta (Riaunews.com) – Badan Meteorologi dan Geofisika atau BMKG mengungkapkan hujan berhenti saat perhelatan event balap di Mandalika, karena memang durasinya sudah selesai.
Hujan berhenti bukan karena aksi pawang hujan. Namun sesuai prediksi, hujan memang diperkirakan selesai pada sore hari.
BMKG menyebut pawang hujan itu merupakan kearifan lokal yang sulit dibuktikan secara sains.
“Ya sebenarnya kalau dilihat pawang hujan itu adalah suatu kearifan lokal yang dimiliki masyarakat. Secara saintis itu sulit untuk dijelaskan,” kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto kepada wartawan, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/3/2022), dikutip dari detikcom.
Guswanto mengungkapkan BMKG memiliki prediksi tersendiri terkait prakiraan cuaca. Sebelumnya, BMKG telah memprakirakan akan terjadi hujan di Mandalika dengan intensitas ringan hingga lebat pada 17-20 Maret 2022.
“Namun untuk BMKG sendiri sebenarnya memiliki (prakiraan) sendiri. Kalau kita lihat fenomenanya kemarin sejak 3 hari yang lalu tanggal 17, 18, 19 itu sudah diprakirakan BMKG, bahwa di Mandalika itu akan terjadi hujan dengan intensitas ringan sampai lebat.
Kemudian tanggal 20 diperkirakan juga hujan lebat disertai badai petir, kenapa perkiraannya itu? Karena pada waktu itu terjadi bibit siklon tropis 93F yang dampaknya itu memberikan potensi pertumbuhan awan hujan di Mandalika,” ujarnya.
Meskipun ada momen hujan berhenti saat pawang hujan bekerja, Guwanto mengatakan itu merupakan kebetulan. Dia mengatakan hujan berhenti karena faktor durasi hujan yang sudah selesai.
“Dan buktinya, kan dari awal pawang itu sudah bekerja, tapi kan nggak berhenti juga. Artinya itu jadi sebenarnya kemarin waktu berhentinya itu bukan karena pawang hujan, karena durasi waktunya sudah selesai.
Kalau dilihat prakiraan lengkap di tanggal itu memang selesai di jam itu. Kira-kira jam 16.15 itu sudah selesai, tinggal rintik-rintik itu bisa dilakukan balapan kalau dilihat dari prakiraan nasional analisis dampak yang kita miliki BMKG,” ujarnya.
Guswanto kembali menegaskan pawang hujan itu merupakan kearifan lokal yang tidak bisa dicampur dengan sains. “Sebenarnya kalau cerita tentang pawang hujan itu adalah kearifan lokal yang mereka miliki, dan itu tidak bisa dicampuradukkan dengan antara sains dan kearifan lokal,” imbuhnya.
Guswanto kembali menegaskan pawang hujan itu merupakan kearifan lokal yang tidak bisa dicampur dengan sains. “Sebenarnya kalau cerita tentang pawang hujan itu adalah kearifan lokal yang mereka miliki, dan itu tidak bisa dicampuradukkan dengan antara sains dan kearifan lokal,” imbuhnya.
Guwanto lantas mengatakan hujan memang bisa diatur dengan teknik modifikasi hujan. Hal itu berarti mempercepat terjadinya hujan. Namun, hal itu hanya bisa dilakukan jika terdapat awan hujan.
“Sebenarnya begini, kalau tentang modifikasi cuaca itu adalah teknologi modifikasi cuaca, yang dimaksud itu adalah mempercepat terjadinya hujan. Kan awan itu dalam membuat teknologi modifikasi cuaca itu sarat pertama adalah adanya awan hujan,” ujarnya.
“Kalau tidak ada awan hujan, tidak bisa. Sehingga gimana ceritanya teknologi modifikasi cuaca itu jadi, pada awan-awan tertentu awan-awan konvektif yang mengandung uap air, itu diberikan inti kondensasi, inti yang berupa ditabur NaCL, garam. Dengan adanya inti kondensasi itu mempercepat untuk pembentukan awan hujan.
Jadi demikian kira-kira jadi teknologi yang dimaksud adalah teknologi mempercepat terjadinya hujan. Bukan untuk menahan, bukan. Jadi mempercepat bisanya,” lanjut Guwanto.
Untuk diketahui, kehadiran pawang hujan di perhelatan MotoGP Mandalika sempat disoroti sejumlah media internasional. Sebagian menganggap cara mengusir hujan termasuk cara unik.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.