Jakarta (Riaunews.com) – Kementerian Keuangan memastikan utang Indonesia berada dalam posisi aman jika dibandingkan dengan negara lain, meski hingga September 2021 sudah tercatat mencapai Rp 6.711,52 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan selama pandemi COVID-19 utang Indonesia naik 10 persen. Namun, menurut dia kenaikan tersebut masih aman.
Sebab sebelum pandemi COVID-19 terjadi, kata Febrio, Indonesia berhasil menjaga kedisiplinan fiskal. Sehingga tingkat utang bisa tetap terjaga. Febrio menyebut level utang Indonesia termasuk yang terendah di dunia. Bila melihat negara maju, rata-rata utangnya mencapai 80 persen lebih.
“Tidak ada masalah utang kita sekarang. Selama kita menuju ke pandemi, selama bertahun-tahun khususnya mulai 2016, defisit kita selalu di bawah 3 persen, lebih sering di bawah 2 persen dari PDB. Jadi fiskal kita sangat disiplin. Itulah yang membuat rasio utang kita terhadap PDB sangat rendah di 30 persen sebelum pandemi 2019,” ujar Febrio dalam webinar Presidensi G20 Manfaat Bagi Indonesia dan Dunia, Senin (6/12/2021).
Terkait kondisi utang ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali mengingatkan pemerintah bahwa penambahan utang pemerintah dan biaya bunga yang melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penerimaan negara.
“Hasil reviu atas kesinambungan fiskal tahun 2020 mengungkapkan antara lain adanya tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga yang melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penerimaan negara,” tulis BPK dalam Hasil Reviu atas Kesinambungan Fiskal 2020 yang dirilis BPK dalam IHPS Semester I-2021, Rabu (8/12/2021), dilansir Kumparan.
Tidak hanya itu, hasil reviu BPK juga menunjukkan pandemi COVID-19 telah meningkatkan Defisit, Utang, dan SiLPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal. Bahkan BPK juga menemukan indikator kerentanan utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR).
Selain itu indikator kesinambungan fiskal (IKF) 2020 juga tercatat sebesar 4,27 persen, yang artinya telah melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411-Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.
Adapun indikator kerentanan utang 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR), yaitu rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen. Kedua, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen.
Ketiga, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen. Selain itu, Indikator kesinambungan fiskal 2020 tercatat sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411-Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.