
Arosuka (Riaunews.com) – Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra keberatan dengan keputusan Badan Kehormatan (BK) DPRD yang merekomendasikan pemberhentian dirinya dari posisi ketua Dewan. Dia menyatakan akan menempuh upaya hukum.
Ketua tim kuasa hukum Dodi Hendra, Vino Oktavia mengatakan, mereka menilai rekomendasi pemberhentian itu dinilai aneh dan janggal. Pasalnya pada salah satu dasarnya menggunakan laporan dugaan tindak pelanggaran yang dilakukan kliennya saat menjadi anggota DPRD Kabupaten Solok tahun 2019.
“Saya kira rekomendasi tersebut tidak relevan dengan alasan yang disampaikan BK. Klien saya Dodi Hendra baru menjadi ketua DPRD sejak 13 Februari 2020, ini hal yang berbeda dengan mosi tidak percaya yang pengaduan dari masyarakat dilayangkan pada tahun 2019 di mana saat itu klien saya menjabat sebagai anggota DPRD, bukan Ketua DPRD,” kata Vino kepada merdeka.com di Solok, Senin (23/8).
Dia mengatakan, keputusan BK itu bisa diprediksi sejak awal. Menurut analisa timnya, hal itu telah direncanakan dan ditargetkan sejak awal.
Pihaknya pun mengaku akan mengusut tuntas kejanggalan dan potensi pelanggaran dalam pembuatan keputusan itu. “Mulai dari mosi tidak percaya, hingga lahirnya keputusan BK tersebut. Jika dalam prosesnya ditemukan perbuatan melanggar hukum dan merugikan hak-hak klien kami sebagai ketua DPRD, tentu akan kita tempuh jalur hukum,” jelas Vino.
Dia menjelaskan, hingga saat ini Dodi Hendra masih sah sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok. Gubernur Sumatera Barat belum membuat keputusan terkait rekomendasi BK.
“Mungkin akan ada kejutan-kejutan yang akan muncul dalam Minggu besok, kami masih dalam proses, kita minta Pemprov Sumbar agar tidak gegabah dalam menyikapi persoalan di tubuh DPRD Solok ini,” ucap Vino.
Sementara itu, Dodi Hendra sendiri meminta maaf atas peristiwa tersebut. Menurutnya hal itu tak semestinya terjadi, karena mencoreng nama institusi.
Dia menekankan, dinamika yang muncul seharusnya dalam terkait upaya memperjuangkan hak-hak masyarakat Kabupaten Solok, tidak sekadar kepentingan pribadi.
“Saya minta masyarakat tetap tenang dan menjaga kondusivitas, jangan sampai ada tindakan-tindakan yang bisa menambah keruh suasana, Kita yakin polemik ini akan tuntas dan jelas mana yang salah dan mana yang benar,” jelas Dodi.
Rekomendasi BK
Seperti diberitakan, BK DPRD Kabupaten Solok merekomendasikan pemberhentian Dodi Hendra dari jabatan Ketua DPRD Solok periode 2019-2024. Rekomendasi diputuskan menyusul mosi tidak percaya yang diajukan 22 anggota DPRD Solok.
“Sanksi tersebut berdasarkan Pasal 20 Peraturan DPRD Kabupaten Solok Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kode Etik DPRD Kabupaten Solok,” kata Wakil Ketua BK DPRD Kabupaten Solok Dian Angraini, di Arosuka, Jumat (21/8) silam.
Ia mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan keterangan dari pelapor atau pengadu serta saksi-saksi pemeriksaan atas bukti dan keterangan, dinyatakan bahwa Dodi Hendra tidak menjalankan kewajibannya.
Hal itu, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 373 jo Pasal 401 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 serta perbuatannya mengandung pelanggaran hukum.
“Dasar keputusan BK ini sesuai dengan bukti yang dikumpulkan atas pelanggaran yang dilakukan Dodi Hendra, serta sanksi yang diberikan sudah sesuai aturan,” kata dia.
Dia mengatakan pelanggaran yang dilakukan Dodi Hendra ialah pelanggaran kewajiban. “Anggota dewan harus mematuhi kewajiban dan larangan, salah satunya menjaga norma dan etika sebagai anggota dewan. Akan tetapi Dodi Hendra malah melakukan penyalahgunaan wewenang,” ujar dia lagi.
Pengaduan yang diterima oleh BK DPRD Kabupaten Solok ada dua, yaitu pengaduan dari internal dan eksternal DPRD.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan BK semua pengaduan sesuai dengan alat bukti,” kata dia pula.
Selain itu, putusan tersebut juga berdasarkan mosi tidak percaya yang ditandatangani sejumlah anggota dewan terhadap Ketua DPRD Kabupaten Solok dari enam fraksi.
Dian menyebutkan, sebelumnya sebanyak 27 anggota dewan termasuk dari Fraksi Gerindra ikut menandatangani mosi tersebut. Namun saat ini berkurang menjadi 22 orang, karena Fraksi Gerindra mencabut suratnya, sehingga tinggal lima fraksi, yakni PKS, PAN, Demokrat, Golkar, dan PDIP.
Menurutnya, hasil keputusan BK merupakan keputusan lembaga tertinggi anggota DPRD setempat yang akan diteruskan oleh Bupati Solok ke Gubernur Sumbar, dan nantinya akan ada penilaian berdasarkan fakta persidangan dan bukti-bukti dengan waktu proses sekitar 30 hari.
Selain itu, ia mengatakan jabatan Dodi Hendra saat ini masih tetap sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok sampai keputusan pencabutan jabatan sebagai ketua dikeluarkan oleh Gubernur Sumbar.
“Keputusan ini berlaku sejak ditetapkannya keputusan pada Rabu (18/8), dan telah ditandatangani oleh Dewan Kehormatan DPRD Kabupaten Solok,” kata dia lagi.
Sebelumnya, terjadi kericuhan dalam rapat paripurna DPRD Solok terkait dengan kepemimpinan DPRD setempat yang disoal para anggotanya.***
Sumber: merdeka