
Jakarta (Riaunews.com) – Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai menjadi ASN, resmi dinonaktifkan.
Penonaktifan 75 pegawai KPK itu berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021. SK itu tertanda Ketua KPK Firli Bahuri yang ditetapkan di Jakarta 7 Mei 2021.
Keluarnya surat tersebut mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak. Apalagi materi yang diberikan saat wawancara dinilai menyinggung ranah pribadi dan persoalan ibadah, tak ada kaitannya dengan tugas dan wewenang pegawai KPK.
Anggota DPR RI Fadli Zon termasuk salah satu yang mengkritisi keluarnya surat penonaktifan tersebut.
“Sebaiknya surat penonaktifan ditinjau ulang agar tak menimbulkan kegaduhan baru n spekulasi bermacam2,” cuitnya melalui akun media sosial @fadlizon.
Ditambahkan politikus Gerindra ini transisi pegawai KPK ke ASN harusnya dilihat sebagai transformasi status administratif saja.
“Bagaimanapun transisi pegawai KPK ke ASN harusnya dilihat sbg transformasi status administratif bukan menyoal kapasitas kapabilitas atau integritas,” lanjutnya.
Sebaiknya surat penonaktifan ditinjau ulang agar tak menimbulkan kegaduhan baru n spekulasi bermacam2. Bagaimanapun transisi pegawai KPK ke ASN harusnya dilihat sbg transformasi status administratif bukan menyoal kapasitas kapabilitas atau integritas. https://t.co/yU851nmydP
— FADLI ZON (Youtube: Fadli Zon Official) (@fadlizon) May 11, 2021
Sebelumnya, penyidik senior KPK Novel Baswedan bersama 74 pegawai KPK lainnya dinyatakan tidak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai menjadi ASN. Novel dan 74 pegawai lain yang gagal itu resmi dinonaktifkan KPK.
Ada empat poin dalam SK penonaktifan 75 pegawai yang tak lolos TWK itu. Berikut ini poin-poinnya:
Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.
Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.
Ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.
Keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.***