Jakarta (Riaunews.com) – Direktur Utama Kelompok Mizan dan pegiat pendidikan, Haidar Bagir mengirimkan surat terbuka ke Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.
Dalam surat tersebut, Haidar menyarankan agar Nadiem untuk perbanyak sowan ke ormas-ormas keagamaan seperti Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama (NU) atau lembaga lainnya yang turut bergerak di bidang pendidikan di Indonesia.
“Sowan lah, Mas. Sempatkanlah sowan-sowan ke NU, Muhammadiyah, MUI, PGI, WGI, PHDI, Permabudhi, Matakin, NGO-NGO dan CSO-CSO yang bergerak di bidang pendidikan lainnya. Sebanyak-banyaknya,” kata Haidar dalam surat terbukanya yang diakses di situs Lazuardi.sch.id, Ahad (15/8/2021).
Haidar mengaku kerap mendengar bahwa pelbagai organisasi masyarakat tersebut kurang diajak untuk berpartisipasi membangun sistem pendidikan selama ini.
Padahal, kata dia, organisasi-organisasi tersebut memiliki peran strategis dalam memajukan pendidikan di Indonesia selama ini.
“Saya cukup sering mendengar, mudah-mudahan ini tidak benar, bahwa organisasi-organisasi dan kelompok-kelompok masyarakat, yang selama ini memiliki peran strategis ini, merasa kurang digandeng untuk urun rembug dan berpartisipasi dalam membangun sistem pendidikan kita,” ungkapnya.
Selain itu, Haidar turut berharap agar Nadiem lebih banyak ‘turun gunung’ ke ruang-ruang publik seperti ke sekolah hingga ke daerah-daerah akar rumput. Ia menilai langkah tersebut sangat diperlukan untuk menyerap aspirasi secara komprehensif untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
“Langkah ini sekaligus bermanfaat untuk menenun jaringan dan menjalin sinergi dengan sebanyak mungkin warga dan kelompok masyarakat negeri ini,” kata dia.
Di sisi lain, Haidar juga menyampaikan kritik dan sarannya terhadap Nadiem mengenai kondisi pendidikan di Indonesia selama masa pandemi virus corona (Covid-19).
Nadiem tidak membenahi sistem belajar dari rumah atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) maka akan ada learning loss.
“Mas Nadiem, tak perlu saya tegaskan bahwa dalam situasi pandemi saat ini, kita bersama memiliki kekhawatiran akan ancaman learning loss,” kata Haidar.
Sebelumnya, Nadiem pernah mewanti-wanti terdapat potensi learning loss atau kehilangan satu generasi yang tidak belajar sama sekali rentan terjadi selama pelaksanaan PJJ.
Ancaman itu, kata Haidar, bakal dirasakan anak-anak di wilayah akar rumput, pedesaan, daerah terdepan, terpencil, tertinggal (3T), anak-anak dari keluarga kurang mampu. Bahkan, anak-anak di perkotaan yang bersekolah di satuan pendidikan yang tidak memiliki sumber dana dan sumber daya mencukupi akan merasakan yang sama.
Padahal, mereka merupakan sasaran terbesar program pendidikan di Indonesia.
“Ya, negara harus benar-benar hadir untuk mengawal masalah raksasa yang ada di depan mata kita ini. Saya membayangkan, Mas Nadiem sowan ke Pak Jokowi dan mohon kepada beliau untuk menjadikan penanganan learning lossini sebagai program strategis, yang barangkali harus ditangani oleh sebuah Satgas Nasional khusus,” kata Haidar.***