Jakarta (Riaunews.com) – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto meyakini Palestina sudah menjadi negara yang merdeka jika Presiden pertama RI, Soekarno, tidak dilengserkan dulu.
Pernyataan itu disampaikan Hasto saat menceritakan kecintaan Sukarno pada negara-negara Islam yang kemudian menjadi kultur PDIP yang mencintai Nahdlatul Ulama (NU) sampai saat ini.
“Iya, Maroko, Palestina, Tunisia, kalau Bung Karno enggak dilengserkan, Palestina sudah merdeka sejak dulu, itu yang kami yakini. Kecintaan Bung Karno itu yang menjadi kultur di PDIP bahwa kami juga cinta NU sampai hari ini,” kata Hasto dalam acara Harlah ke-96 NU yang berlangsung secara hybrid, Sabtu (12/2/2022).
Ia menyampaikan, peran Indonesia bagi dunia mengalami penurunan usai Soekarno dilengserkan. Menurutnya, peran Indonesia di era kepemimpinan Sukarno ialah di ranah internasional yaitu mengupayakan dunia bebas dari imperialisme, kolonialisme, hingga segala bentuk penjajahan.
“Kita lihat, memang pascadijatuhkan, Bung Karno, spirit kepemimpinan Indonesia bagi dunia tampak menurun. Dulu playing field kita itu internasional, bahkan kemerdekaan di dalam perspektif Bung Karno, dunia itu akan damai apabila bebas dari imperialisme dan kolonialisme, dari segala bentuk penjajahan,” katanya.
Dia berkata, pandangan Sukarno tersebut akhirnya membantu Aljazair melawan penjajahan. Atas dasar itu juga, menurut Hasto, patung Sukarno berdiri megah di Aljazair sampai saat ini.
“Itulah yang membuat mengapa Bung Karno membantu Aljazair, bahkan sampai kemudian menyelundupkan senjata, yang seharusnya dipakai untuk pembebasan Irian Barat dikirim ke Aljazair, maka patung Bung Karno berdiri megah di Aljazair,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf berkata bangsa Indonesia tak seperti kaum Nazi dan Yahudi yang lebih mengedepankan nasionalisme dalam semangat supremasi.
Menurutnya, bangsa Indonesia tidak memperjuangkan negaranya menjadi seperti itu. Nasionalisme bangsa Indonesia, dia berkata, adalah klaim kesetaraan hak dan martabat kemanusiaan sebagaimana tertulis paragraf pertama pembukaan UUD 1945.
“Perlu diingat bahwa klaim kebangsaan kita itu bukan klaim kebangsaan untuk diri sendiri saja, yang bisa dengan mudah terjerumus dalam chauvinisme seperti Nazi di Jerman atau sebagian kalangan Yahudi, yang kemudian mengedepankan atau mengibarkan bendera nasionalisme dalam semangat supremasi atas bangsa lain. Tidak,” ujarnya.***