Jakarta (Riaunews.com) – Pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang disebut mengganti Assalamualaikum dengan Salam Pancasila bermula dari wawancara video dengan sebuah media online pada 12 Februari 2020.
Dilansir laman Liputan6.com, berikut isinya dari mulai menit 29.08 hingga 32.56.
Dalam wawancara terdapat petikan:
“Daud Jusuf (Menteri Pendidikan di era Orde Baru) ketika menjadi jadi Menteri tidak pernah sekalipun mengucapkan Assalamualaikum di hadapan publik. Tapi ketika (bertemu) pribadi fasih betul (mengucapkan Assalamualaikum). Mungkinkah nilai-nilai semacam Daud Jusuf ini dihidupkan kembali?,” begitu pertanyaan presenter detik.com Aleksander Sudrajat
“Dulu kita sudah mulainya mandengan Selamat Pagi (sebagai salam nasional). Tapi sejak reformasi diganti dengan Assalamualaikum, total, maksudnya di mana-mana, tidak peduli ada orang Kristen Hindu, pokoknya hajar saja. Tapi karena mencapai titik ekstrimnya maka sekarang muncul kembali. Kita kalau salam sekarang ini harus 5 atau 6 (sesuai dengan agama-agama). Nah ini jadi masalah baru lagi,” ujar Prof Yudian.
“Sekarang sudah ditemukan oleh siapa gak tau Yudi Latief atau siapa yang lain (yang namanya) Salam Pancasila,” tambah Prof Yudian
“Jadi sependapat dengan Salam Pancasila?” sela presenter
“Iya, Salam Pancasila. Salam itukan maksudnya mohon ijin atau permohonan kepada seseorang sekaligus mendoakan agar kita selamat. Itulah makna salam. Nah Bahasa Arabnya Assalamualaikum Wr Wb,” ujar Yudian.
Untuk menjelaskan pernyataannya, Kepala BPIP menambahkan sebagai berikut “Sekarang kita ambil contoh, ada hadis, “Kalau Anda sedang berjalan dan ada orang duduk, maka ucapkan salam. Itukan maksudnya adaptasi sosial.
“Itu di jaman agraris. Sekarang jaman industri dengan teknologi digital. Sekarang mau balap pakai mobil, salamnya pakai apa? Pakai lampu atau klakson. Kita menemukan kesepakatan-kesepakatan bahwa tanda ini adalah salam. Jadi kalau sekarang kita ingin mempermudah, seperti dilakukan Daud Jusuf, maka untuk di public service, cukup dengan kesepakatan nasional, misalnya Salam Pancasila. Itu yang diperlukan hari-hari ini. Dari pada ribut-ribut itu para Ulama, kalau kamu ngomong Shalom berarti kamu jadi orang Kristen,” jelas Kepala BPIP
“Wong Nabi Muhammad SAW saja mendoakan raja Najasi yang Kristen saat wafat. Ada unsur kemanusiaan. Nah kita juga begitu, ngomong Shalom tidak ada unsur teologisnya. Wong kita sampaikan (salam) supaya kita damai. Maaf, bagi orang Kristen mengucapkan salam juga tidak menjadi bagian teologis. Itu kodenasional yang tidak masuk dalam akidah. Kalau bisa dipakai tidak masalah,” pungkas Kepala BPIP.***