Solok (Riaunews.com) – Warga Kota Solok, Sumatera Barat (Sumbar), yang tengah berencana berhenti merokok kini bisa lebih membulatkan tekadnya. Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Solok akan memberikan insentif sebesar Rp 1 juta kepada warganya yang berhasil berhenti dari kebiasaan merokok.
Insentif tersebut diharapkan bisa memotivasi warga Kota Solok untuk mulai menerapkan gaya hidup sehat.
Wali Kota Solok Zul Elfian mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk membeli rokok setiap bulan sangat tinggi, bahkan berada satu tingkat di bawah kebutuhan pangan.
Baca Juga: Indosiar Bantah Ngotot Laga Arema vs Persebaya Malam Demi Iklan Rokok
“Saya melihat rata-rata pengeluaran masyarakat untuk membeli rokok hampir Rp 400.000 sebulan dan itu lebih banyak pada masyarakat kalangan tidak mampu. Bahkan semakin miskin, konsumsi rokoknya kian tinggi, nomor dua sesudah pangan,” kata Zul, dikutip dari Kompas, Selasa (18/10/2022).
Mengetahui hal tersebut, Zul mengaku heran kepada masyarakat yang lebih memilih membeli rokok ketimbang kebutuhan lain yang lebih penting, seperti pendidikan dan kesehatan.
“Maka, dengan berhenti merokok, yang bersangkutan diberi Rp 1 juta dan bisa hemat Rp 400.000 dari uang buat beli rokok yang bisa dipakai untuk membeli kebutuhan lain,” ujar Zul.
Menurut Zul, ada banyak manfaat yang bisa didapat setelah seseorang berhenti merokok, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Dengan berhenti merokok, dia menuturkan, diri sendiri menjadi sehat, keluarga dan orang lain tidak menjadi perokok pasif, serta bisa meningkatkan gizi keluarga.
Mekanisme pemberian insentif
Zul menjelaskan, Pemkot Solok setiap tahunnya akan menyiapkan insentif bagi 20 orang yang siap untuk berhenti merokok.
Nantinya, Pemkot Solok akan menugaskan sejumlah kader kesehatan yang akan mengajak warga untuk berhenti merokok sekaligus mensosialisasikan program Pemkot Solok tersebut.
Baca Juga: Sri Mulyani Kembali Naikkan Tarif Cukai, Harga Rokok Makin Mahal, Dekati Rp40 Ribu
Bagi warga yang bersedia, akan diberi waktu selama tiga bulan untuk membuktikan bahwa dia telah berhasil berhenti merokok. Warga itu pun akan dicek di balai kesehatan setempat untuk mengetahui kadar nikotin di dalam tubuhnya.
“Setelah tiga bulan, akan diketahui masih ada kandungan nikotin di tubuhnya (atau tidak), dan jika dari hasil pemeriksaan tidak ada maka berhak mendapatkan insentif Rp 1 juta,” ucap Zul.
Zul menyampaikan, pihaknya pun telah menyulap salah satu puskesmas di Kota Solok menjadi klinik berhenti merokok.
“Hingga saat ini sudah ada 30 orang yang berhenti merokok dan mendapatkan insentif,” ungkapnya.
Dia mengatakan, sejak program tersebut disosialisasikan, ada penolakan dari sejumlah warga perokok yang berdalih bahwa mereka membeli rokok memakai uangnya sendiri.
“Kapan lagi mau berhenti merokok kalau tidak sekarang,” pungkasnya.
Komoditas penyumbang kemiskinan
Berdasarkan survei sosial ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Barat pada Maret 2022 menyatakan bahwa rokok masih menjadi komoditas penyumbang kemiskinan terbesar kedua di Sumbar.
Posisi rokok hanya setingkat di bawah beras yang menjadi komoditas penyumbang kemiskinan terbesar di wilayah tersebut.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa tantangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dari kalangan keluarga miskin, adalah mengurangi konsumsi rokok.
“Dari tahun ke tahun polanya masih sama, rokok tetap menjadi penyumbang kedua kemiskinan dengan andil 14,69 persen di perkotaan dan 17,03 persen di perdesaan,” kata Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Sumbar, Krido Saptono.
“Ini memang karakter yang sulit dihilangkan dan masih melekat di kita, terutama pada rumah tangga miskin,” pungkasnya.***