Jakarta (Riaunews.com) – Program tentang dai atau penceramah bersertifikat yang digulirkan Kementerian Agama (Kemag) dan menuai pro dan kontra batal menjadi salah satu program prioritas.
Hal itu dikatakan Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa’adi. Menurutnya, sertifikasi untuk penceramah menjadi kewenangan dari ormas keagamaan
“Kemenag sendiri memilih untuk tidak menggulirkan program sertifikasi penceramah. Yang dilaksanakan Kemenag adalah program penguatan kompetensi penceramah agama,” kata Zainut, dikutip dari Beritasatu.com, Sabtu (3/4/2021).
Zainut menyebutkan, program penguatan kompetensi penceramah agama ini didesain melibatkan banyak pihak, antara lain Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan ormas lainnya.
“Jadi bukan sertifikasi penceramah, melainkan penguatan kompetensi penceramah agama. Memang awalnya sempat menggunakan istilah program penceramah bersertifikat,” ujarnya.
Zainut juga menjelaskan, awal munculnya ide program penceramah bersertifikat menerjemahkan arahan Wapres Ma’ruf Amin, yang saat itu masih menjadi Ketua Umum MUI. Namun karena masih menimbulkan pro dan kontra akhirnya Kemag mengganti dengan nama penguatan kompetensi penceramah.
Zainut menjelaskan, kompetensi penceramah ini sudah berjalan. Ada 8.200 penceramah yang sudah dilatih. Dalam hal ini, terdiri 8.000 penceramah di 34 provinsi dan 200 penceramah di pusat.
Dikatakan dia, penguatan kompetensi penceramah ini yang diberikan antara lain terkait dakwah di era milenial, penguatan aspek ketahanan ideologi, serta berbagi informasi tentang fenomena yang sedang terjadi di Indonesia dan di seluruh dunia.
Selain itu, program ini juga menjadi ajang sosialisasi kebijakan pembinaan keumatan yang tercatat dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Agama 2020-2024. Setidaknya terdapat 3 isu penting terkait pembinaan keumatan.
Pertama, optimalisasi penyuluh agama Islam dalam pembinaan keumatan. Kedua, kemitraan strategis dengan ormas Islam dalam penguatan pendidikan, ekonomi, dan sosial-budaya. Ketiga, optimalisasi dana sosial keagamaan dalam mendukung penguatan keuangan syariah dan pemerataan ekonomi.
Dikatakan Zainut, program penyusunan Khotbah Jumat ini sejalan dengan kebijakan Kemag untuk menyediakan literasi digital yang mendukung peningkatan kompetensi penceramah agama.
“Kami akan menyiapkan naskah berkualitas dan bermutu dengan tim penulis ahli di bidangnya,” papar Zainut.
Mantan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) ini menjelaskan, naskah yang disusun bisa dijadikan alternatif. Tidak ada kewajiban setiap masjid dan penceramah untuk menggunakan naskah Khotbah Jumat yang diterbitkan Kemag.
Ia menegaskan, penyusunannya naskah tersebut akan melibatkan ulama, praktisi, dan akademisi, sehingga, naskah khotbah Jumat yang dihasilkan, berkualitas, dan relevan dengan dinamika sosial. Ada sejumlah tema yang akan disusun, antara lain: akhlak, pendidikan, globalisasi, zakat, wakaf, ekonomi syariah, dan masalah generasi milenia.***