Jakarta (Riaunews.com) – Dalam beberapa bulan terakhir di penghujung tahun 2020 ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melancarkan aksinya dalam menangkap pejabat. Hal tersebut membuat kita miris sekaligus tertegun, sesungguhnya apa yang melatarbelakangi pejabat itu melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
Tidak lama berselang setelah Menteri KKP RI asal partai Gerindra terkena OTT, kini giliran Menteri Sosial Juliari P Batubara, yang merupakan kader PDI Perjuangan.
Setelah Menteri tertentu terkena OTT, sejumlah pengamat, elite parpol tertentu mencibir kelakuan Menteri yang kena OTT itu.
“Pertanyaannya, apa iya sang menteri itu berbuat korupsi hanya untuk kepentingan pribadinya?” tanya pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen kepada wartawan di Jakarta (7/12/2020).
Keanehan yang jadi pertanyaan publik luas adalah, dan itu belum pernah diusut tuntas dalam setiap kejadian penangkapan/OTT terhadap oknum pejabat, menteri dll.
“Contoh kasus OTT menteri KKP RI itu, sejumlah pihak-pihak yang ikutan atau turut serta mendorong atau ‘menjerumuskan’ Edhy Prabowo sehingga meloloskan misalnya perusahaan yang tidak kredibel atau tidak memenuhi syarat sebagai eksportir dll,” kritik Silaen.
KPK RI dapat dipastikan hanya berhenti pada sang tumbal saja. Tentu saja terkadang sang menteri itu tidak mampu menolak rongrongan yang disinyalir penuh atraksi dan intrik jual beli pengaruh atasan agar mendapat “privilege” dan atensi dari sang menteri, lanjut Silaen.
Wajah buram yang tak pernah bisa dituntaskan oleh KPK RI, yakni siapa yang jadi mastermind-nya?
“OTT kan itu outputnya dari sebuah proses. Kalau sudah OTT maka dapat dipastikan partai politik rame-rame mencibir dan cuci tangan. Dugaan saya sementara, menteri yang tak kuat pendiriannya dalam menghadapi pressure yang datang menghampirinya jadi terombang-ambing oleh bisikan kiri-kanan, soal adanya titipan,” beber Silaen.
Kini menteri sudah tidak dapat mengelak lagi karena KPK RI tentu saja punya bukti-bukti yang cukup valid terkait tindakan praktik koruptif yang di lakukan oknum pejabat yang terkena OTT.
“Jadi waspada dan mawas diri, itulah kata kuncinya agar terhindar di cokok KPK RI,” tambah pemilik twitter #SipahitLidah.
Selesai sudah (game over) bahwa yang menanggung malu ialah diri sendiri, keluarga dan organisasi tempatnya bernaung.
“Kini nyanyian hati kecil ingin teriak tapi tak mampu, apalah daya, nasi sudah jadi bubur, karena keadaan sudah berubah menjadi pesakitan, tinggal tunggu vonis dibacakan,” lanjutnya.
Silaen menambahkan, tak jarang oknum pejabat atau menteri itu bagian dari korban “sindikat” pertarungan kekuasaan elite politik tingkat tinggi yang sedang “bertempur” di dunia lain, yang tak kelihatan wujudnya.
“Bagi yang tak punya kekuatan untuk menghadapinya maka cepat atau lambat akan tergelincir lalu jatuh, tentu yang salah itu yang kena tangkap OTT, bukan penyebabnya yang dicari,” imbuhnya.
Pejabat atau menteri tak ada kaitannya dengan lulusan dalam negeri atau luar negeri, S1, S2 atau S3 sekalipun.
“Contohnya Susi Pudjiastuti, tamat SD, tidak kena OTT KPK RI. Jika tak punya jam terbang (pengalaman) yang teruji dan terasah oleh medan yang curam nan berliku-liku maka siapapun menterinya akan jatuh jua,” papar aktivis organisasi kepemudaan itu.
Rakyat biasa hanya tahu yang tampak oleh mata jasmani, tapi apa yang terjadi dibalik layar tak ada yang tahu kecuali para dalangnya.
“Itu yang sangat menarik untuk dicari tahu. Ibarat tontonan sebuah film maka ketika ada yang terkena OTT, itu tandanya filmnya sudah hampir selesai,” pungkasnya.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.