Jakarta (Riaunews.com) – Ketidakadilan menjadi salah satu alasan Fraksi Demokrat menolak omnibus law RUU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI bersama dengan pemerintah untuk dibawa ke paripurna.
Demokrat berpandangan, isi RUU Cipta Kerja bertentangan dengan poin ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ yang tercantum dalam Pancasila.
Baca: Menurut Luhut Omnibus Law Ciptaker akan menarik investasi jalan tol
Atas dasar itu, politisi Demokrat, Andi Arief heran dengan sejumlah fraksi yang menyetujui pembahasan RUU Ciptaker, termasuk PDIP sendiri.
“Omnibus law ini dibaca enggak ya sama kawan-kawan PDIP?” kata Andi Arief di akun Twitternya, Ahad (4/10/2020).
Ia ragu kader PDIP betul-betul membaca dengan seksama poin per poin RUU Ciptaker. Sebab bila dipahami, kata Andi Arief, maka besar kemungkinan mereka akan turut menolak.
“Harusnya (PDIP) yang pertama menolak karena merasa memiliki keadilan sosial Soekarno ya kawan-kawan itu. Kecuali pimpinannnya ada yang keblinger, enggak ada syarat-syarat sedikit pun PDIP menerima RUU itu,” tutup mantan Staf Ahli Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Demokrat sendiri mengaku memiliki beberapa alasan yang mendasari penolakan RUU Cipta Kerja. Pertama adalah pembahasan tak memiliki urgensi lantaran saat ini Indonesia tengah dihadapkan dengan pandemi Covid-19.
Kedua, RUU Ciptaker dinilai tidak bijak karena terkesan memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan lantaran terdapat beberap UU yang dibahas sekaligus.
Ketiga, partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono ini menghendaki hadirnya UU di bidang investasi dan ekonomi yang pastikan dunia usaha dan kaum pekerja mendapatkan kebaikan dan keuntungan yang sama, sehingga mencerminkan keadilan. Namun RUU Ciptaker dinilai meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja.
Baca: Sindir selebriti yang jadi buzzer Omnibus Law Cipta Kerja, Revina VT: Lo ga paham!
RUU Ciptaker juga dinilai mencerminkan bergesernya semangat Pancasila, utamanya sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik & neo-liberalistik. Terakhir, RUU Ciptaker juga dinilai cacat substansi dan prosedural. Proses pembahasan hal-hal yang krusial kurang transparan dan kurang akuntabel.***