Jakarta (Riaunews.com) – Indonesia mengalami peristiwa besar yakni aksi teror di depan Gereja Katedral Makassar dan penyerangan di Mabes Polri.
Namun polri mengungkap masih ada sebagian kelompok masyarakat yang berpendapat dua kejadian besar itu hanyalah rekayasa semata.
“Kemudian ada beberapa hal yang tentunya perlu kita cermati dalam penanggulangan terorisme ini, yang pertama adalah gerakan radikal yang ada sebagian masih tidak percaya atau sebagian sengaja tidak percaya, ini masih terjadi di masyarakat bahkan ada yang berpendapat bahwa kasus Makassar, terus kemudian juga penembakan di Mabes Polri itu rekayasa kata mereka,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono dalam diskusi virtual di kanal YouTube Public Virtue Institute, Ahad (4/4/2021).
Rusdi menerangkan kelompok yang tidak percaya itu akhirnya membuat masyarakat kebingungan. Menurut Rusdi, hal inilah yang kemudian menjadi tantangan yang harus dihadapi bersama.
“Masih ada kelompok-kelompok seperti itu yang tidak percaya dan sengaja memang membuat masyarakat jadi bingung, ini realita yang perlu kita hadapi bersama,” ungkapnya.
Rusdi mengatakan tren pelaku teror yang terjadi saat ini menyasar kelompok kaum muda. Dia menyebut semua pihak harus mulai mengantisipasi kelompok teror tersebut.
“Kemudian realita yang kedua adalah bagaimana tantangannya ke depan, kelompok teror sudah menyasar anak muda, kasus di Makassar dan kasus di Mabes Polri itu anak-anak muda, kelahiran tahun ’95, ini jelas sekali ini perlu kita antisipasi karena kelompok-kelompok teror sekarang telah menyusur daripada anak-anak muda di negeri ini,” ucapnya.
Polri berharap peran kelompok moderat dapat turut serta menjalin persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan begitu, kelompok kecil yang membuat narasi menyesatkan tidak dapat menguasai pikiran masyarakat.
“Kemudian juga yang tidak kalah pentingnya dengan situasi kekinian, polri melihat pentingnya persatuan dari kelompok-kelompok moderat.
Jika tidak bersatu kelompok moderat ini, maka kelompok-kelompok kecil itu akan menguasai narasi sehingga akan membentuk opini publik yang sangat menyesatkan,” tuturnya.
Rusdi menegaskan terorisme merupakan permasalahan yang kompleks dan tidak bisa dianggap enteng. Untuk itu, perlu adanya pelibatan kaum muda dalam penyelesaian dan menghadapi aksi teror di Tanah Air.
“Ini perlu sekali karena permasalahan terorisme tidak masalah yang enteng, tetapi masalah yang kompleks, sehingga penyelesaiannya adalah bisa dilalui melaui bagaimana potensi-potensi sumber daya anak bangsa ini bergerak bersama untuk sama-sama menghadapi daripada pemahaman maupun aksi teror yang terjadi di Tanah Air,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, pasangan suami istri (pasutri) inisial L dan YSF adalah pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral, Makassar. Ada peran 16 terduga teroris yang mendukung aksi mereka.
Hal ini terungkap usai tim dari Densus 88 Mabes Polri melakukan penyelidikan dan mengejar sejumlah terduga teroris di Makassar usai pasutri bomber melaksanakan aksinya pada Minggu (28/3) lalu. Belum dirincikan lebih lanjut terkait peran masing-masing dari 16 orang tersebut, sampai saat ini mereka hanya dipastikan turut membantu pasutri bomber.
“Sebanyak 16 orang ini masih dalam pemeriksaan. Perannya sudah ketahuan tapi kita masih akan terus mendalami,” ujar Kabid Humas Polda Sulsel Kombes E Zulpan kepada detikcom, Kamis (2/4).
Di antara 16 orang yang ditangkap di Makassar ini ada yang bertugas merakit bom, hingga ada yang melakukan observasi tempat yang menjadi sasaran tempat bom bunuh diri.
Sementara itu, Markas Bhayangkara diserang oleh seorang perempuan berpistol, Zakiah Aini (25), pada Rabu (31/3) sore. Polisi langsung melumpuhkan Zakiah yang mencoba melakukan aksi teror.
Penyerangan ini terjadi beberapa hari setelah kejadian bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Penyerangan terhadap Mabes Polri itu terjadi pada Rabu (31/3), pukul 16.30 WIB.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut awalnya Zakiah Aini masuk dari pintu belakang Mabes Polri dan sempat berbincang-bincang terlebih dahulu dengan petugas serta menanyakan lokasi kantor pos.
Setelah itu, Zakiah Aini meninggalkan pos penjaga dan pergi ke arah pos siaga di dekat gerbang utama. Di sanalah terjadi baku tembak antara Zakiah Aini dan petugas hingga akhirnya dia tewas.
“Kemudian terhadap tindakan tersebut dilakukan tindakan tegas terukur kepada yang bersangkutan. Kemudian dari hasil olah TKP ditemukan identitas yang bersangkutan bernama ZA umur 25 tahun, alamat di Jalan Lapangan Tembak, Kelapa Dua, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur,” sambungnya.
Sebelum mengeluarkan pistol, Zakiah sempat membawa map kuning yang di dalamnya berisikan amplop dengan kata-kata tertentu. Polri mengungkap tersangka penyerangan, Zakiah Aini, merupakan pelaku lone wolf yang berideologi radikal ISIS.***