
Jakarta (Riaunews.com) – Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) dan Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah menilai Presiden Prabowo Subianto ingin mengesankan diri sebagai pribadi yang responsif.
Hal ini diungkapkannya sebagai respon atas keinginan Prabowo yang hendak bertemu tokoh atau penggagas tagar Indonesia Gelap dan Kabur Aja Dulu yang sempat ramai beberapa waktu lalu.
Bagi Herdiansyah, rencana Prabowo tersebut hanya gimik belaka.
“Kalau memang Prabowo serius soal tuntutan itu ya sudah dia mesti serius juga misalnya mengevaluasi program dan kebijakan yang tidak pro rakyat: soal efisiensi anggaran misalnya, pendidikan yang sekarang tidak menjadi prioritas, makan bergizi gratis yang tidak jelas itu misalnya, soal korupsi, banyak macamnya. Soal dwifungsi kemarin, pembentukan peraturan perundang-undangan yang ugal-ugalan, kalau memang serius ya kerjakan saja,” kata Castro, sapaan akrabnya.
“Tidak perlu mengesankan diri seolah terbuka, responsif, hendak mengajak dialog dan sebagainya,” imbuhnya, sebagaimana dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (8/4/2025).
Penilaian itu didasari oleh keinginan Prabowo yang ingin berdialog namun secara tertutup.
“Ingin dialog tapi harus tertutup. Ini aneh. Dan pertemuan-pertemuan tertutup dalam kalkulasi politik berarti hendak membicarakan hal-hal yang tidak ingin diketahui oleh publik sementara kita justru sebaliknya kan, gerakan masyarakat sipil menghendaki semua proses perundingan, dialog, pengambilan kebijakan, itu harus dilakukan secara terbuka dan transparan,” kata Castro.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berpendapat sebenarnya sederhana saja jika Prabowo ingin mengetahui aspirasi dari publik. Dalam hal ini Ketua YLBHI M. Isnur meminta Prabowo untuk mencari informasi dari intelijen-intelijen pemerintahan.
“Harusnya beliau punya data intelijen kalau benar memberikan data yang tepat akan mendapatkan data yang benar. Saya khawatir intelijen pemerintah tidak memberikan data yang benar sehingga mendapat informasi yang keliru,” ungkap Isnur.
“Akhirnya adalah asumsi atau stigma seperti [gerakan] dibayar, asing, itu artinya pemerintah tidak punya mata, telinga dan hati yang baik untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Bagaimana mungkin menggerakkan lebih dari 60 kota semua dibayar, dan mahasiswa tahu betul siapa mereka. Pemerintah tidak mempunyai tools untuk mendengarkan masyarakat karena tertutup oleh buzzer, bawahan yang memberi informasi yang keliru,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan 7 jurnalis senior di Hambalang, Bogor, Jumat (6/4), Prabowo mengungkapkan keinginannya untuk bertemu tokoh atau kelompok masyarakat yang menyuarakan sejumlah isu terkait ‘Indonesia Gelap’ hingga ‘Kabur Aja Dulu’ yang sempat ramai beberapa waktu lalu.
Namun, Prabowo mengaku ingin pertemuan digelar secara tertutup.
“Saya juga mau dialog. Saya mau ketemu lah sama siapa. Mari kita bahas ya kan. Mungkin tidak usah di publik ya. Tokoh-tokoh yang Indonesia gelap,” kata Prabowo.
“Maksudnya oke kalau memang Indonesia gelap, mari kita kerja supaya Indonesia tidak gelap. Iya kan. Kok Indonesia gelap. Kabur aja deh. Kabur aja dulu deh. Habis itu Jokowi salah. Prabowo goblok. Ini tidak mengatasi,” imbuhnya.***