Jakarta (Riaunews.com) – Salah satu buzzer pendukung Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019, hingga kini, Ade Armando, mengapresiasi langkah Jokowi yang meminta dikritik.
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) ini mengatakan, dalam demokrasi kritik itu penting, betapa pun pahitnya.
“Dan marilah kita jujur melihat siapa sih pengkritik pemerintah yang ditahan atau dipenjara?,” ucap Ade Armando dalam video berjudul “Rocky Gerung Ngomel Ketika Jokowi Minta Dikritik” yang disiarkan melalui chanel YouTube Cokro TV.
Menurut Ade, harus dibedakan antara pengeritik yang dilaporkan ke polisi dengan mereka yang dijadikan tersangka, dinyatakan bersalah, sampai akhirnya diadili dan ditahan.
Ade mengatakan dirinya dan sejumlah pendukung Jokowi, seperti Denny Siregar, Abu Janda, Eko Kuntadhi, sudah berulang kali dilaporkan ke polisi.
Namun mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka atau ditangkap polisi karena laporan tidak memenuhi unsur pidana.
“Saya sendiri lebih dari 10 kali diadukan ke polisi. Kalau kami tidak ditangkap, ya karena tidak ditemukan unsur pidana,” tegas Ade.
Menurut Ade, selama Indonesia masih punya UU ITE yang diisi pasal-pasal karet, maka siapa pun bisa dilaporkan ke polisi.
UU ITE, kata Ade, bisa dimanfaatkan oleh siapa pun untuk melaporkan seseorang ke polisi hanya karena mengeluarkan pernyataan yang dianggap menghina atau mencemarkan nama baik.
“Jadi fakta bahwa ada banyak orang diadukan ke polisi sama sekali bukan indikasi bahwa pemerintah anti kritik,” kata Ade.
Ade membeberkan bukti bahwa pemerintah tidak membungkam kritik melalui kekuasaannya.
Ia menyebutkan sejumlah tokoh yang aktif mengkritik pemerintah, tetapi tidak ditangkap polisi, seperti Rocky Gerung, Refly Harun, Rizal Ramli, Tengku Zulkarnain, dan Krik Kian Gie.
“Mereka terus mengkritik pemerintah, dan bebas mengkritik pemerintah setiap hari,” ujar Ade.
“Kalaulah orang seperti Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan itu ditahan, dan Veronica Koman menjadi buron, ya bukan karena alasan mengkritik pemerintah, tapi karena keterlibatan mereka dalam aksi yang membahayakan masyarakat,” sambung Ade.
Jadi, kata Ade, kalau ada ancaman terhadap kebebasan berbicara, itu datang dari UU ITE.
Ade mengaku setuju apabila UU ITE direvisi karena korbannya sudah sangat banyak.
“UU ITE memang harus ditulis ulang karena sudah memakan korban begitu besar. Yang memanfaatkannya kadang mereka yang pro Jokowi, kadang yang anti Jokowi, dan kadang orang yang menggunakannya sekadar untuk kepentingan personal atau perusahaan,” pungkas Ade Armando.***