Jakarta (Riaunews.com) – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) berharap agar warga tak lagi melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan pejabat hasil pemilu maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) meski belum berusia 40 tahun.
“Saya ingin menyampaikan imbauan kepada seluruh masyarakat, karena pertimbangan substansi laporannya mirip-mirip, bahkan bisa dikatakan sama, maka kalau bisa jangan lagi mengajukan laporan baru. Sudah kebanyakan, gitu. Kalau bisa,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan, Senin (30/10/2023).
“Tapi ini hanya imbauan saja. Kita tidak boleh menutup kemungkinan. Itu kan haknya warga (melapor). Tapi, kalau bisa, paling telat kalau memang ada juga yang mau melapor, kita tunggu hari Rabu, 1 November 2023,” ujarnya lagi, dilansir Kompas.
Setelah tanggal itu, MKMK berharap tidak ada lagi laporan masuk. Sebab, sejauh ini, MKMK sudah menerima 18 laporan.
MKMK juga berencana bakal bekerja dengan cepat dan akan menerbitkan putusan etik pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat waktu penyerahan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Jimly lantas mengungkapkan, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman paling banyak dilaporkan.
“Jadi sekarang sudah 18 laporan. Jadi sudah nambah lagi ini dua hari ini. Dari 18 itu, ada enam isu. Kemudian, ada sembilan terlapor tapi yang paling pokok, paling utama, paling banyak itu Pak Anwar Usman,” kata Jimly.
Kemudian, Wakil Ketua MK Saldi Isra dan eks Ketua MK Arief Hidayat ada di urutan kedua dan ketiga terbanyak dilaporkan setelah Anwar.
Keduanya memang vokal menentang putusan kontroversial itu. Di dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) keduanya, Saldi Isra dan Arief Hidayat dianggap menyinggung hal-hal di luar substansi perkara, termasuk keterlibatan Anwar Usman.
Banyaknya laporan terhadap Anwar Usman membuat pria kelahiran Bima, NTT, tersebut akan menjadi satu-satunya hakim konstitusi yang bakal diperiksa dua kali oleh MKMK sebelum putusan dikeluarkan paling lambat 7 November 2023.
“Sidang akan diselenggarakan satu per satu dan kemungkinan khusus untuk Ketua dua kali. Pertama besok, terakhir nanti diperiksa lagi karena dia paling banyak (dilaporkan),” ujar Jimly.
Menurut Jimly, Anwar Usman dan para hakim konstitusi lain akan diperiksa masing-masing. Sidang pemeriksaan juga digelar tertutup sesuai dengan hukum acara yang diatur di dalam Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023 tentang MKMK.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi), Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia capres-cawapres pada Senin, 16 Oktober 2023.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini pun menjadi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, melaju pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya hampir tiga tahun.
Tak lama berselang usai putusan itu, Gibran secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) maju sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Kemudian, pasangan tersebut telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada 25 Oktober 2023.
Namun, Anwar Usman membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara tersebut.
Meskpun, dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju putusan nomor 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar Usman mengubah sikap MK dalam waktu singkat.***