Jakarta (Riaunews.com) – Permasalahan seretnya pencairan belanja daerah menjelang tutup tahun anggaran 2022 ternyata tidak saja terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti, yang kini tengah menjadi sorotan publik.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, hingga November 2022, masih terdapat tujuh daerah yang penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)-nya di bawah 70%. Khusus Kabupaten Kepulauan Meranti sendiri, serapannya baru 63,85% per Senin (19/12/2022).
Sebanyak tujuh daerah itu di antaranya Sulawesi Tengah 44%, Kalimantan Timur 49%, Papua Barat 53%, Bangka Belitung 54%, Jambi 61%, Kalimantan Utara 61%, dan Papua 62%. Dana-dana yang tersisa itu kini masih mengendap di perbankan.
Direktur Pengawasan Akuntabilitas Keuangan Pembangunan dan Tata Kelola Pemdes Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Wasis Prabowo mengatakan, lambatnya serapan belanja pemda ini memang merupakan masalah tahunan.
“Memang ini rasanya menjadi penyakit rutin penyerapan itu selalu di kuartal IV,” ungkapnya dalam acara Nation Hub CNBC Indonesia, dikutip Senin (19/12/2022).
Baca: Sri Mulyani Cs Klaim Sudah Transfer Ratusan Miliar ke Meranti
Wasis menjelaskan, dari hasil evaluasi yang dilakukan BPKP selama ini, ada beberapa sebab serapan pemda masih rendah menuju pergantian tahun. Pertama yaitu masih lemahnya manajemen pengelolaan keuangan daerah. Misalnya, keterlambatan penetapan APBD.
“Ini sekitar 100 pemda lebih mengalami keterlambatan penetapan APBD. Kemudian, juga terkait dengan penetapan dokumen pendukung seperti DPA (dokumen pelaksanaan anggaran), SPD (surat penyediaan dana), dan keputusan-keputusan terkait dengan pengelolaan keuangan anggaran dan kegiatan,” ujarnya.
Selain itu, Wasis melanjutkan, dari sisi perencanaan sendiri pemerintah daerah biasanya masih belum baik dan cekatan. Ini terindikasi dari masih sering terjadinya perubahan-perubahan atau revisi APBD yang menyebabkan keterlambatan pelaksanaan tender.
“Kemudian juga dari sisi perencanaan kegiatan utamanya pengadaan barang dan jasa perencanaan ini selalu dilakukan bersamaan dengan turunnya anggaran. Ini tentunya akan memperlambat proses pelaksanaan kegiatan itu sendiri,” kata Wasis.
Dari sisi petunjuk teknis dana alokasi kegiatan juga menurut dia masih seringkali terjadi keterlambatan. Tapi, dia juga mengingatkan, dana transfer ke daerah dari pemerintah pusat juga kadang kala membuat serapan belanja daerah sering terlambat.
“DAK (dana alokasi khusus) dari pusat, juga misalnya pagu anggaran dari pusat, alokasi misalnya DBH (dana bagi hasil) dan sebagainya masih perlu ada percepatan saya kira, itu yang mengakibatkan adanya keterlambatan penyerapan di daerah,” ucap Wasis.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.