Jakarta (Riaunews.com) – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Farah Puteri Nahlia, mengkritik Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) terkait serangan teror yang terjadi di Gereja Katedral, Makassar dan Mabes Polri, Jakarta.
Pasalnya, pelaku teror di dua kejadian tersebut masih berusia muda alias dari kalangan generasi milenial.
Farah yang menjadi salah satu anggota termuda DPR 2019-2024 itu mengatakan dua serangan teror itu menunjukkan bahwa tindak kekerasan dan indoktrinasi paham radikal mengancam seluruh generasi, termasuk milenial.
Oleh karena itu, dia mendesak agar program deradikalisasi yang dilakukan BNPT harus ditingkatkan untuk mendorong penguatan pendekatan yang menyasar generasi muda.
“Pendekatan seperti Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang melibatkan kalangan pelajar yang telah dilakukan BNPT, perlu diperkuat dengan inovasi-inovasi pendekatan kreatif kontra radikal,” kata Farah kepada CNNIndonesia.com, Rabu (31/3/2021).
Anggota DPR yang terpilih dari Dapil Jawa Barat IX (Majalengka, Sumedang, Subang) itu pun mengimbau BNPT melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam program deradikalisasi di generasi milenial, khususnya sekolah dan perguruan tinggi demi menyelaraskan komitmen kebangsaan di lingkungan generasi muda.
“Poin pentingnya, di usia generasi muda yang terkadang masih labil baik dari sisi emosi maupun pendirian, tentu program-program terkait deradikalisasi harus relevan dengan sasaran tersebut agar dapat diterima dengan optimal,” kata Farah yang juga dikenal sebagai Wasekjen DPP PAN itu.
Selain BNPT, lanjutnya, peran Kemenkominfo dalam menangkal terorisme di kalangan generasi muda juga sangat penting. Menurutnya, terorisme bisa menular dari pengaruh konten-konten bermuatan intoleransi dan radikalisme di dunia maya.
Perempuan kelahiran 1996 itu pun mengingatkan bahwa Kemenkominfo harus mencegah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengarah pada hal-hal yang negatif, destruktif, dan mendorong perilaku yang kontraproduktif terhadap integrasi nasional.
Dalam konteks ini, menurutnya, upaya literasi digital dan optimalisasi patroli siber perlu dimaksimalkan. Farah juga mendoronga agar tokoh agama lebih mengambil peran dalam mencegah penyebaran paham radikal di kalangan generasi milenial.
“Peran lembaga-lembaga negara tentu penting, namun tidak berarti meninggalkan peran-peran aktor lain. Saya kira di negara kita dengan mayoritas penduduk muslim, peran kiai masih sangat vital,” kata dia yang juga dikenal sebagai putri dari Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran tersebut.
Untuk diketahui, dua serangan teror terjadi di Indonesia dalam kurun waktu kurang dari sepekan. Serangan pertama terjadi di depan Gereja Katedral Makassar berupa bom bunuh diri yang dilakukan pasangan suami istri berinisial L dan istrinya YSR pada Ahad (28/3). Keduanya disebut masih berusia sekitar 26 tahun.
Tiga hari berselang, seorang perempuan berinsial ZA berusia 25 tahun yang diduga teroris lone wolf yang terpapar ideologi ISIS menyerang Mabes Polri. ZA sendiri berhasil dilumpuhkan polisi di depan area Ruang Rapat Utama (Rupatama) Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (31/3) sore. Jenazahnya lalu dibawa ke RS Polri Kramat Jati, lalu dimakamkan di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur pada Kamis (1/4) dini hari.